PENDIDIKAN MULTIKULTURAL

Posted by joko yulianto Selasa, 29 November 2011 0 komentar

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Pandangan awal dari: joko yulianto
Secara etimologi istilah pendidikan multikultural terdiri dari dua ter m, yaitu pendidikan dan  multikultural. Sedangkan secara terminologi, pendidikan multikultural berarti proses pengembangan seluruh potensi manusia yang menghargai pluralitas dan heterogenitasnya sebagai konsekwensi keragaman budaya, etnis, suku dan aliran (agama). Dengan demikian, pendidikan multikultural menghendaki penghormatan dan penghargaan setinggi-tingginya terhadap harkat dan martabat manusia. 
Manusia dan pendidikan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Keberhasilan pendidikan dengan mengabaikan ideologi, nilai-nilai, budaya, kepercayaan dan agama yang dianut masing-masing suku dan etnis harus dibayar mahal dengan terjadinya berbagai gejolak dan pertentangan antar etnik dan suku karena mereka masih belum menerima kalau Negara kita terdiri dari multi etnis dan multikultur, Sementara menurut pendidikan multikultural adalah pendidikan yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai keyakinan, heterogenitas, pluralitas agama apapun aspeknya dalam masyarakat, artinya pendidikan multikutural harus menempatkan nilai-nilai keyakinan sebagai pedoman untuk melakukan tindakan.
Pendidikan multikultural menentang pendidikan yang hanya berorientasi bisnis,atau kepentingan peribadi. Pendidikan yang diharapkan oleh bangsa Indonesia sebenarnya bukanlah pendidikan ketrampilan semata, melainkan pendidikan yang harus mengakomodir semua jenis kecerdasan, yang sering disebut kecerdasan ganda (multiple intelligence). Karena menurut penelitian keberhasilan seseorang itu sebagian besar dipengaruhi oleh kecerdasan emosional, walaupun kecerdasa spiritual dan  kecerdasa otak (IQ) juga mempengaruhi keberhasilan seseorang. Menurut pendapat Daniel goleman tentang keberhasilan seseorang dimasyarakat ternyata 80% dipengaruhi oleh kecerdasan emosional dan hanya 20% yang ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Lalu yang jadi pertanyaanya apakah konsep pendidikan multikultural mampu mengantarkan anak didiknya mencapai kesuksesan? Maka jawabanya adalah tergantung sejauh mana konsep pendidikan multikultural itu mampu mempengruhi kecerdasan emosional pada anak didiknya.

GURU PROFESIONAL

Posted by joko yulianto 0 komentar

GURU PROFESIONAL
Oleh: joko yulianto
Dalam manajemen sumber daya manusia, menjadi profesional adalah tuntutan jabatan, pekerjaan ataupun profesi. Ada satu hal penting yang menjadi aspek bagi sebuah profesi, yaitu sikap profesional dan kualitas kerja. Profesional (dari bahasa Inggris) berarti ahli, pakar, mumpuni dalam bidang yang digeluti.
Menjadi profesional, berarti menjadi ahli dalam bidangnya. Dan seorang ahli, tentunya berkualitas dalam melaksanakan pekerjaannya. Akan tetapi tidak semua Ahli dapat menjadi berkualitas. Karena menjadi berkualitas bukan hanya persoalan ahli, tetapi juga menyangkut persoalan integritas dan personaliti. Dalam perspektif pengembangan sumber daya manusia, menjadi profesional adalah satu kesatuan antara konsep personaliti dan integritas yang dipadupadankan dengan skil atau keahliannya. Guru adalah operator sebuah kurikulum pendidikan.Ujung tombak pejuang pengentas kebodohan. Bahkan guru adalah mata rantai dan pilar peradaban dan benang merah bagi proses perubahan dan kemajuan suatu masyarakat atau bangsa.
Menjadi guru mungkin semua orang bisa. Tetapi menjadi guru yang memiliki keahlian dalam mendidikan atau mengajar perlu pendidikan, pelatihan dan jam terbang yang memadai. Dalam kontek diatas, untuk menjadi guru seperti yang dimaksud standar minimal yang harus dimiliki adalah: 1. Memiliki kemampuan intelektual yang memadai. 2. Memiliki kemampuan untuk memahami visi dan misi pendidikan. 3. Memiliki keahlian untuk mentrasfer ilmu pengetahuan atau  metodelogi pembelajaran. 4. Memahami konsep perkembangan psikologi anak. 5. Mampu mengorganisir dan dan mengatasi setiap persoalan peserta didik dengan baik. 6. Kreatif dan memiliki seni dalam mendidik

KONSTRIBUSI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA PADA PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA

Posted by joko yulianto 1 komentar
KONSTRIBUSI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA PADA PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA
Oleh: Joko yulianto
Abstrak
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi untuk Negara Indonesia, sebagai konsekwensi kalau bahasa Indonesia dijadikan bahasa resmi tentu setiap pertemuan resmi, surat-menyurat, dan seluruh buku yang dicetak untuk peroses belajar-mengajar harus memakai bahasa Indonesia yang baik dan benar. Setiap perubahan sosial pasti di dahului oleh peroses transformasi informasi dan transformasi informasi itu pasti mengunakan bahasa, baik itu bahasa ujar maupun bahasa tulis. Bahasa Indonesia mengajari kita tentang bagaimana kita menulis dengan benar, mengucap dengan benar, dan berbicara/ berpidato dengan baik. Sehingga pada ahirnya nanti bahasa Indonesia akan membentuk karakter tersendiri bagi anak didik.

Pendahuluan
Indonesia memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut, pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam mengembangkan sumber daya manusia tersebut,
Sistem Pendidikan Nasional, menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, SMA, SMP sampai SD harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen olehsoft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan.
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.  Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. Lalu bagaimana dengan pendidikan bahasa Indonesia, apakah mampu mengubah karakter masyarakat Indonesia atau tidak? Bahasa itu adalah hal yang sangat fital dalam mengubah setiap masyarakat umum maupun pribadi, karena awal dari penyebab suatu perubahan itu pasti karena hubungan komunikasi antar indifidu atau kelompok, dan komunikasi itu adalah bahasa, tentu bahasa itu adalah hal yang sangat penting dalam perubahan.

Peran bahasa Indonesia sebagai pembentuk karakter bangsa
            Menurut  Yulianto (2007), prinsip pembelajaran bahasa Indonesia secara umum adalah: 1.  pembelajaran bahasa Indonesia harus diarahkan untuk lebih banyak memberikan porsi kepada pelatihan berbahasa yang nyata, 2) tata bahasa diajarkan hanya untuk memberikan kesalahan ujar siswa, 3) keterampilan berbahasa nyata menjadi tujuan utama, 4) membaca sebagai alat untuk belajar, 5) menulis dan berbicara sebagai alat berekspresi dan menyampaikan gagasan, 6) kelas menjadi tempat berlatih menulis, membaca, dan berbicara dalam bahasa Indonesia 7) penekanan pengajaran sastra pada membaca sebanyak-banyaknya sastra Indonesia, 8) pengajaran kosa kata diarahkan untuk menambah kosa kata siswa. 
Berdasarkan hal itu, nampak bahwa pembelajaran bahasa Indonesia adalah banyak berlatih di kelas dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan situasi, baik yang nyata ”senyatanya’ melalui diskusi maupun yang nyata ”tidak senyatanya” melalui kegiatan bermain peran.  Melalui diskusi dan bermain peran dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, siswa dapat melakukan olah rasa, olah batin, dan olah budi secara intens sehingga secara tidak langsung siswa memiliki perilaku dan kebiasaan positif melalui proses apresiasi dan berkreasi melalui karya sastra.  Melalui karya sastra, siswa juga akan mendapatkan pengalaman baru dan unik yang belum tentu bisa mereka dapatkan dalam kehidupan nyata.  Melalui karya sastra siswa bisa belajar dan bergaul secara langsung tentang berbagai karakter mulia.  Cara orang-orang tua kita dahulu menanamkan nilai-nilai luhur melalui dongeng tentang tokoh-tokoh yang memiliki karakter kuat mampu terserap ke dalam alam logika dan hati nurani anak hingga terbawa sampai dewasa. Sikap toleran, moderat, rendah hati, kreatif, empati, dan nilai-nilai budi pekerti lainnya sangat kuat mengakar ke dalam memori anak dan diaplikasikanke dalam kehidupannya sehari-hari.  Hal ini menunjukkan bahwa melalui pendidikan bahasa Indonesia kita dapat membentuk karakter bangsa. Dari segi fungsinya bahasa Indonesia dapat di bagi menjadi:
1.      sebagai bahasa tulis
a.      Bahasa Indonesia sebagai bahasa yang ilmiah
Bahasa Indonesia sebagai bahasa yang ilmiah sangat memepengaruhi kemampuan bahasa masyarakat Indonesia, karena karya ilmiah itu digunakan untuk penulisan laporan penelitian, menuliskan ide, menulis buku dan lainnya. Dan itusemua adalah model-model tulisan yang dibahas dan di pelajari oleh siswa-siswa seluruh Indonesia. Tentu ketika bahasa Indonesia dipakai untuk menulis laporan ilmiah dan sebagai konsumsi keseharian tentu akan mempengaruhi kebahasaan dan gaya tulisan masyarakat tersebut. bahasa ilmiah mementingkan bahasa tulisan untuk merekam, menuis dan melaporkan penelitian di bidang ilmu dan teknologi, dan untuk komunikasi ilmiah pada umunya.

b.      Bahasa Indonesia sebagai bahasa media masa
Sudah di singgung di depan, bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional mempunyai fungsi utama sebagai alat pemersatu. Disamping itu bagi kita, bahasa Indonesia merupakan penanda identitas dan karakter suatu bangsa. Siaran media masa yang semakin maju mulai dari media cetak sampai ke media elektronik memiliki pengaruh yang sangat besarbagi kemajuan bangsa serta dapat mempengaruhi karakter dan sikap masyarakat Indonesia. Dari segi positif media dapat:
1.      Memberikan informasi tentang berbagai peristiwa dan situasi baik dalam negri maupun luar negri.
2.      Menyebarkan ilmu pengetahuan, mendoktrin secara tidak langsung.
3.      Berperan untuk membimbing masyarakat(contoh tips memelihara esehatan, trik dan tip berbisnis dan tips bercocok tanam yang baik) dan yang terahir
4.      Sebagai sarana hiburan.
 (peran bahasa dalam pengembangan wawasan budaya) bahasa indonesia di Negara ini memiliki multifungsi,. Ia diakui sebagai bahasa Negara, sebagai bahasa kebangsaan, bahasa resmi dan juga sebagai bahasa kebudayaan.
             Dalam fungsinya sebagai media pendidikan, media massa berkewajiban memasyarakatkan bahasa Indonesia. Media harus menjadi teladan dan pelopor dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Namun, dalam praktiknya, banyak yang mengingkari. Tidak semua media cetak punya acuan dalam pembakuan kosa kata dan istilah. Ketidakseragaman istilah dapat merusak bahasa Indonesia.
Mencermati data Biro Pusat Statistik (2005), penduduk usia 15-24 tahun sebanyak 40,224 juta, membuat pengelola media massa menjadikan remaja/pemuda sebagai target pembaca dan konsumen iklan. Untuk memikat mereka, bahasa yang digunakan disesuaikan dengan dunia mereka. C enderung menjauh dari bahasa Indonesia baku. Misalnya istilah, ungkapan, kata yang digunakan pasti yang sedang ngetren , katanya. Jadi, ada kesengajaan untuk menggunakan bahasa yang tidak baku agar sesuai dengan target pembaca muda.
Posisi bahasa pers harus berinduk dan merujuk pada bahasa Indonesia standar/baku. Ia juga guru bahasa bagi masyarakat. Pelopor penyerapan bahasa asing dan daerah serta pembakuannya ke dalam bahasa Indonesia. "Namun, bahasa pers juga bisa sebag ai perusak bahasa Indonesia, karena keliaran pengingkarannya terhadap sistem pembakuan bahasa Indonesia," katanya.
Ahmadun sempat menampilkan sejumlah kata, yang di banyak media masih belum seragam memakainya. Bahkan, kesalahan yang terjadi jumlahnya jutaan. Seperti kata salat dipakai 270.000 kali, shalat (1.380.000), sholat (1.139.000). Ustaz (2.470.000), ustad (3.110.000), dan kata ustadz (681.000). Wudu (9.340), wudlu (59.300), wudhu (151.000). Kata gender (924.000) dan jender (76.000). Obyek (1.840.000), objek (1.890.000), obyektif (290.000), objektif (432.000). Iven (290.000), even (6.650.000) dan kata event digunakan 6.650.000 kali.
kalau media massa memakai bahasa yang tidak sesuai dengan tatanan bahasa seperti ini dan tulisannya dikonsumsi oleh khalayak ramai lalu bagaimana kondisi kemampuan anak didik kita?.
Menurut Ahmadun, terjadinya perbedaan penggunaan kata itu karena perbedaan pedoman pembentukan istilah atau penyerapan bahasa asing Pusat Bahasa dan kalangan pers. Perbedaan cita rasa yang hendak dilekatkan pada istilah asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia. Anggapan dari kalangan pers bahwa pusat bahasa lamban dalam menyerap dan membakukan bahasa asing ke bahasa Indonesia, sehingga kalangan pers melakukan pembakuan secepatnya dengan cara masing-masing yang berbeda.
"Sedang Roy Suryo mengkhawatirkan bahasa tulis di telepon selular (SMS, EMS, MMN, 3G), yang penggunanya di Indonesia mencapai 116 juta. Telepon selular luar biasa merusak bahasa Indonesia. Begitu juga pengguna internet, juga banyak yang merusak bahasa," katanya.

Kepala Pusat Bahasa Depdiknas Dendy Sugono mengatakan, sebenarnya pembakuan istilah dan pengindonesiaan kata dan ungkapan asing sudah lama dilakukan oleh Pusat Bahasa, namun kalangan pers jarang menggunakannya.

"Ada 405.000 kata dan ungkapan asing dalam berbagai bidang ilmu yang sudah dibakukan dan ada 182.000 dalam proses penyelarasan. Walaupun telah dilakukan pengembangan per istilahan, masyarakat masih merasakan banyak kata bahasa asing yang belum memiliki padanan dalam bahasa Indonesia, terutama kata umum yang banyak digunakan dalam komunikasi bidang teknologi dan perniagaan," jelasnya.

Menurut Dendy, sejalan dengan laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pemanfaatan bahasa asing, khususnya bahasa Inggris, untuk memperkaya bahasa Indonesia, tetap diperlukan sebagai sumber kata dan ungkapan yang emuat konsep baru. Namun, penyerapan kata asing yang sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia sebaiknya dihindari. Untuk menopang upaya tersebut, Pusat Bahasa pata tahun 1995 telah menerbitkan buku Pedoman Pengindonesiaan Nama dan Kata Asing.


c.       Bahasa Indonesia sebagai bahasa seni
Sebagai bahasa kebudayaan, bahasa Indonesia berfungsi di bidang kesenian, ilmu dan teknologi. Dalam bidang seni, yang utama tentu saja adalah seni sastra yang didalaamnya dapat kita masukkan prosa, puisi dan drama. Dalam lingkup drama bisa juga kita masukkan filem dan seni pedalangan.dapat pula kita masukkan sebagai seni suara/vocal. Bahasa yang tidak mengenal kesusastraan dinilai sebagai bahasa yang belum maju dan tidak bernilai tinggi.

2.      Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi
Fungsi utama dari bahasa adalah sebagai alat komunikasi komunikasi ialah penyampaian pesan atau makna oleh seseorang kepada orang lain. Keterikatan dan keterkaitan bahasa dengan manusia menyebabkan bahasa tidak tetap dan selalu berubah seiring perubahan kegaiatan manusia dalam kehidupannya di masyarakat. Perubahan bahasa dapat terjadi bukan hanya berupa pengembangan dan perluasan, melainkan berupa kemunduran sejalan dengan perubahan yang dialami masyarakat. Fungsi Bahasa sebagai alat komunikasi bisa di bedakan menjadi :

a.      untuk mentranformasi ilmu-ilmu pengetahuan

Kini bahasa Indonesia selain dgunakan sebagai bahasa komunikasi sehari-hari oleh masyarakat indonesia baik dalam hal formal maupun non formal, bahasa Indonesia juga digunakan sebagai bahasa pengantar dalam kajian-kajian ilmiah di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Banyak bahasa-bahasa ilmiah yang kemudian diserap dan di bahasa Indonesia-kan dengan tujuan bahasa Indonesia dapat diterima oleh masyarakat Indonesia sendiri sebagai media transfomasi ilmu pengetahuan dan teknologi demi terwujudya cita-cita Negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

b.      untuk berkomunikasi pada masyarakat
Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Ia mengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa depan kita (Gorys Keraf, 1997 : 4). Komunikasi merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri. Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami oleh orang lain.
Pada saat kita menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi, kita sudah memiliki tujuan tertentu. Kita ingin dipahami oleh orang lain. Kita ingin menyampaikan gagasan dan pemikiran yang dapat diterima oleh orang lain. Kita ingin membuat orang lain yakin terhadap pandangan kita. Kita ingin mempengaruhi orang lain. Lebih jauh lagi, kita ingin orang lain membeli atau menanggapi hasil pemikiran kita. Jadi, dalam hal ini pembaca atau pendengar atau khalayak sasaran menjadi perhatian utama kita. Kita menggunakan bahasa dengan memperhatikan kepentingan dan kebutuhan khalayak sasaran kita.
Kesimpulan
Bahasa Indonesia sebagai bahasa yang ilmiah sangat memepengaruhi kemampuan bahasa masyarakat Indonesia, karena karya ilmiah itu digunakan untuk penulisan laporan penelitian, menuliskan ide, menulis buku dan lainnya. Dan itusemua adalah model-model tulisan yang dibahas dan di pelajari oleh siswa, mahasiswa dan kalangan umum seluruh Indonesia yang akan mengubah dan menpengaruhi setiap pribadi pembacanya, dari proses mempelajari bahasa ilmiah itu akan membentuk karakter/ peribadi-pribadi yang mampu menuangkan ide-idenya kedalam bahasa Indonesia yang baik dan benar.
            Dalam fungsinya sebagai media pendidikan, media massa berkewajiban memasyarakatkan bahasa Indonesia. Media harus menjadi teladan dan pelopor dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, dengan begitu peran bahasa Indonesia bisa mengubah perilaku menulis dan berucap masyarakat. Karena kita akui atau tidak media masa mempengaruhi perilaku kita terutama yang paling kita rasakan pengaruh media dalam dunia fashion/model.

Daftar pustaka
Made Pidarta,1997. Landasan kependidikan “stimulus ilmu pendidikan bercorak Indonesia” PT RINEKA CIPTA, Jakarta.
Susilo sumowijoyo,gatot.2001. Pos Jaga Bahasa Indonesia. Unipres UNESA, Surabaya
Badudu, J.s. 1985. Cakrawala Bahasa Indonesia. PT gramedia, Jakarta.
Ibrahim,Idi subandy. 2007.kecerdasan komunikasi seni berkomunikasi kepada publik. Simbiosa Rekatama Media, Bandung.
pendidikan.infogue.com/ketidakseragaman_istilah_di_media_massa_merusak_bahasa_indonesia
















FILSAFAT BAHASA
KONSTRIBUSI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA PADA PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA
Dosen pembimbing
Dr. Budinuryanta Yohanes



Oleh
Joko yulianto

PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
TAHUN AJARAN 2011/ 2012

DESAIN PENELITIAN EKSPERIMEN

Posted by joko yulianto 0 komentar

DESAIN PENELITIAN EKSPERIMEN
Oleh: Joko Y, Chornia TW, Dini AN& Rosinta APP

I.     PENDAHULUAN
Penelitian kuantitatif merupakan salah satu penelitian pendidikan. Penelitian pendidikan sangatlah sulit ditentukan jawabannya karena kondisi di lapangan yang sering berubah, yang berakibat pada derajat kepastian jawaban yang tidak cermat. Penelitian berdasarkan tingkat derajat kepastiannya dibagi menjadi empat macam penelitian, yaitu: penelitian historis, penelitian eksploratif, penelitian deskriptif, dan penelitian eksperimen (Sudjana, 2010:18). Pembagian penelitian ini didasarkan pada tingkat derajat kepastian, dari derajat kepastian rendah hingga paling tinggi, yaitu penelitian eksperimen.
Penelitian eksperimen yang dianggap mempunyai derajat kepastian paling tinggi (tidak mutlak). Peneliti membuat prediksi terhadap penelitian eksperimen. Kondisi diatur sedemikian rupa, perlakuan terhadap objek dilakukan, akibat suatu perlakuan diukur secara cermat, faktor luar yang mungkin berpengaruh dikendalikan, dengan harapan derajat kepastian jawaban semakinh tinggi (Sudjana, 2010:18-19). Untuk itulah, dalam makalah ini akan lebih dijelaskan lagi tentang penelitian eksperimen yang lebih jelas.
II.  PENGERTIAN PENELITIAN EKSPERIMEN
Penelitian eksperimen dapat diartikan sebagai penelitian yang di dalamnya melibatkan manipulasi terhadap kondisi subjek yang diteliti, disertai upaya kontrol yang ketat terhadap faktor-faktor luar serta melibatkan subjek pembanding atau metode ilmiah yang sistematis yang dilakukan untuk membangun hubungan yang melibatkan fenomena sebab akibat (Arifin, 2009: 127).
Metode penelitian eksperimental merupakan metode penelitian yang dapat menguji secara benar hipotesis menyangkut hubungan kausal (sebab akibat). Dalam studi eksperimtal peneliti memanipulasi paling sedikit satu variable, mengontrol variable lain yang relevan, dan mengobservasi efek/pengaruhnya terhadap satu atau lebih variable terikat. Peneliti menentukan “siapa memperoleh apa”, kelompok mana dari subjek yang memperoleh perlaakuan mana. Manipulasi variable bebas merupakan salahsatu karakteristik yang membedakan penelitian eksperimental dengan model penelitian lain. Variable bebas juga diacu sebagai variable eksperimental, variable penyebab, atau variable perlakuan yang aktifitas atau karakteristiknya dipercaya membuat suatu perbedaan. Dalam penelitian pendidikan variable yang bisa dimanipulasi termasuk metode pengajaran, jenis penguatan, pengaturan lingkungan belajar, jenis materi belajar dan ukuran kelompok belajar. Variable terikat  juga diacu sebagai variable keriteria atau variable pengaruh dari hasil studi. Perubahan atau perbedaan dalam kelompok dipercaya sebagai suatu hasil manipulasi variable bebas.
III.CIRI-CIRI PENELITIAN EKSPERIMEN
Eksperimen merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menguji hipotesis. Metode ini mengungkap hubungan antara dua variabel atau lebih yang mencari pengaruh suatu variabel terhadap variabel lain.
Secara sederhana, penelitian eksperimen mempunyai beberapa karakteristik yang mendasar, yaitu:
1.     Adanya variabel bebas yang dimanipulasi
Memanipulasi variabel berarti tindakan atau perlakuan yang dilakukan oleh seorang peneliti atas dasar pertimbangan ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka guna memperoleh perbedaan efek dalam variabel terikat (Sukardi, 2010:181).
2.     Adanya pengendalian terhadap semua variabel kecuali variabel bebas
Mengontrol variabel merupakan usaha peneliti untuk memindahkan pengaruh variabel lain pada variabel terikat yang mungkin mempengaruhi penampilan variabel tersebut. Kegiatan ini merupakan hal terpenting dalam penelitian eksperimen karena tanpa melakukan kontrol secara sistematis, seorang peneliti tidak mungkin dapat melakukan evaluasi dengan melakukan pengukuran secara cermat terhadap variabel terikat (Sukardi, 2010:181). Kontrol ini dimaksudkan untuk mempermudah seorang peneliti dalam memilah beberapa anggota variabel dan membantu juga untuk mempermudah treatment yang akan diberikan kepada grup kontrol.
Eksperimen memuat dua kontrol yang biasa digunakan, yaitu asumsi pertama dan asumsi kedua. Asumsi pertama berlaku jika dua situasi sama dalam setiap hal kecuali satu faktor yang ditambahkan atau dihilangkan dari salah satu situasi tersebut, maka tiap perbedaan yang timbul antara dua situasi dapat diatribusikan kepada faktor lain. Hukum variabel yang berlaku adalah variabel tunggal. Asumsi kedua berlaku jika dua situasi tidak sama, tapi dapat ditunjukkan bahwa tak ada satupun dari variabelnya signifikan dalam menimbulkan peristiwa yang sedang diteliti, atau jika variabelnya dibuat sama, perbedaan yang terjadi diberi satu variabel baru. Hukum variabel yang berlaku adalah hukum variabel satu-satunya.
Ada lima prosedur dasar yang biasanya dipakai untuk meningkatkan kesamaan antara kelompok yang dikenakan berbagai situasi eksperimen, yaitu: (1) random assigment (penempatan secara acak), (2) randomized matching (pasangan yang dibuat secara acak), (3) homogeneous selection (pemilikan homogen), (4) analisis kovarian, dan (5) penggunaan para subjek sebagai kontrol (Sudjana, 2010:23).
Contoh penerapan adanya pengendalian terhadap semua variabel kecuali variabel bebas adalah (Gambaran unsur-unsur pokok dalam penelitian eksperimen ini dicontohkan dalam Sudjana (2010:20):
Sebuah eksperimen tentang: Pengaruh Penggunaan Media Grafis terhadap Kemampuan memahami materi Pelajaran Bahasa (Eksperimen pada Murid kelas VII SMP X).
a.    Variabel bebas     : penggunaan media grafis, dilakukan oleh guru atau peneliti
pada waktu mengajar mata pelajaran bahasa, misalnya: gambar, bagan, grafis, diagram, dll.
b.    Variabel terikat: kemampuan siswa dalam memahami mata pelajaran bahasa yang diberikan guru. Variabel ini diukur setelah penggunaan media grafis selesai diterapkan dalam satu waktu tertentu.
c.    Hipotesis penelitian      : pemahaman materi pelajaran bahasa pada siswa Kelas VII SMP X yang diajar dengan menggunakan media grafis, lebih tinggi daripada siswa yang diajar tanpa media grafis.
d.   Sampel                       : siswa kelas VII SMP X.
e.    Kontrol: kontrol dilakukan dengan cara membagi siswa Kelas VII SMP X menjadi dua kelas. Satu kelas diajar dengan menggunakan media grafis, satu kelas lagi diajar tanpa menggunakan media grafis. Bahan pelajaran, waktu pelajaran, guru yang mengajar, dibuat sama.
f.     Prosedur: eksperimen ini menggunakan suatu random desain yang sederhana dengan dua kelompok perlakuan. Kelompok I mendapat pelajaran dari guru yang menggunakan media grafis. Kelompok II mendapat pelajaran dari guru tanpa menggunakan media grafis, cukup dengan penjelasan guru seperti biasa.
g.    Hasil uji:        Hasil uji- t digunakan untuk melihat signifikasi perbedaan hasil tes siswa dari kedua kelas tersebut. Hasil menunjukkan adanya perbedaan dalam pemahaman bahasa. Rata-rata pemahaman siswa kelompok I lebih tinggi dan berbeda secara signifikan pada taraf 0,05 daripada rata-rata siswa kelompok II.
h.    Kesimpulannya         : hipotesis penelitian diterima.
3.    Adanya pengamatan terhadap efek atau pengaruhnya terhadap variabel
Untuk mengetahui apakah ada pengaruh manipulasi variable bebas terhadap variable terikat dalam suatu penelitian eksperimental, pengamatan perlu dilakukan. Pengamatan dilakukan pada cirri-ciri tingkah laku subjek yang diteliti. Contoh, bila peneliti melakukan eksperimen untuk mengetahui apakah metode tertentu mempunyai pengaruh terhadap prestasi belajar bahasa Indonesia. Maka setelah pelaksanaan perlakuan dilakukan pengukuran pada prestasi belajar bahasa Indonesia pada kedua kelompok eksperimental dan kelompok kontrol dengan mengunakan tes. Hasil tes kemudian dibandingkan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan.
Tindakan observasi/pengamatan dilakukan peneliti pada umunya mempunyai tujuan agar dapat mengamati dan mencatat fenomena yang muncul dalam variabel terikat sebagai akibat dari adanya kontrol dan manipulasi variabel. Tujuan melakukan observasi adalah untuk melihat dan mencatat fenomena apa yang muncul yang memungkinkan terjadinya perbedaan diantara kedua kelompok.
Berdasarkan karakteristik tersebut, dalam eksperimen ada dua variabel yang utama, yaitu variabel bebas dan terikat. Variabel bebas sengaja dimanipulasi oleh peneliti, sedangkan variabel yang diamati sebagai akibat dari manipulasi variabel bebas adalah variabel terikat.


IV. BEBERAPA RANCANGAN PENELITIAN EKSPERIMEN
1.                  DESAIN DENGAN SATU VARIABEL BEBAS
Desain dengan satu variabel bebas, meliputi;
1.1.  Desain studi kasus sekali tes (one shot case study)
Desain studi kasus sekali test merupakan jenis desain pre-eksperimen. Pada jenis ini tidak terdapat kelompok kontrol dan hanya satu kelompok yang diukur dan diamati gejala-gejala yang muncul setelah diberi perlakuan (postes).
Desainnya sebagai berikut:
Perlakuan
Postes
X*
O*

1.2.  Desain pretes-postes satu kelompok (One Group Pretes Postes Design)
Desain pretes-postes satu kelompok  juga termasuk pre-eksperimen. Pada desain ini dilakukan pretes untuk mengetahui keadaan awal subjek sebelum diberi perlakuan sehingga peneliti dapat mengetahui kondisi subjek yang diteliti sebelum atau sesudah diberi perlakuan yang hasilnya dapat dibandingkan atau dilihat perubahannya (Sukardi, 2010:180-181).
Desainnya sebagai berikut;
Pretes
Perlakuan
Postes
O1
X
O2

Untuk penelitian-penelitian pendidikan yang menerapkan metode pembelajaran, desain ini masih belum tepat karena perubahan atau perbedaan skor antara pretes dan postes bisa jadi bukan karena disebabkan oleh perlakuan yang diberikan, tetapi karena faktor-faktor lain.

1.3.     Perbandingan kelompok statik (static  group comparison)
Perbandingan kelompok statik terdapat kelompok kontrol selain kelompok eksperimen. Masing-masing kelompok tidak diberikan pretes untuk mengetahui kondisi awalnya namun diberi postes untuk mengetahui gejala yang terjadi setelah diberikan perlakuan.

Desainnya sebagai berikut:
Kelompok
Perlakuan
Postes
Eksperimen
X
O2
Kontrol
-
O2
Pada desain ini, kelompok kontrol tidak diberikan perlakuanX tetapi diberikan tes yang sama dengan tes yang diberikan pada kelompok eksperimen kemudian hasil postes dibandingkan.

1.4.  Desain eksperimen, meliputi:
1.4.1. Desain postes kelompok kontrol subjek random
Desain ini menggunakan pemilihan subjek secara acak dan melibatkan dua kelompok subjek (kelompok eksperimen dan kontrol) tanpa pretes.
Desainnya adalah:

Kelompok
Perlakuan
Postes
(R)
Eksperimen
X
O2
(R)
Kontrol
-
O2

1.4.2. Desain pasangan subjek postes secara random
Desain ini menggunakan random pasangan untuk pemilihan kedua kelompok subjek sekaligus.
Desainnya sebagai berikut;

Kelompok
Perlakuan
Postes

Eksperimen
X
O2
(MR)
Kontrol
-
O2

1.4.3.  Desain pretes-postes kelompok kontrol subjek random
                 Desain ini menggunakan randomisasi pemilihan subjek serta menggunakan pretes dan postes. Berikut ini desainnya;

Kelompok
Pretes
Perlakuan
Postes
(R)
Eksperimen
O1
X
O2
(R)
Kontrol
O1
-
O2

1.4.4.      Desain tiga kelompok Salomon
Desain ini merupakan desain yang menggunakan pretes, postes, pemilihan secara acak, dan melibatkan tiga kelompok dengan dua kelompok kontrol.
                                    Desainnya adalah sebagai berikut:

Kelompok
Pretes
Perlakuan
Postes
(R)
Eksperimen
O1
X
O2
(R)
Kontrol 1
O1
-
O2
(R)
Kontrol 2
-
X
O2

1.4.5.      Desain empat kelompok Salomon
            Desain empat kelompok Salomon hampir sama dengan desain tiga kelompok Salomon hanya saja melibatkan empat kelompok.
Desainnya adalah sebagai berikut;

Kelompok
Pretes
Perlakuan
Postes
(R)
Eksperimen
O1
X
O2
(R)
Kontrol 1
O1
-
O2
(R)
Kontrol 2
-
X
O2
(R)
Kontrol 3
-
-
O2

1.4.6.       Desain faktorial sederhana
            Pada desain ini menyesuaikan dengan keberadaan faktor lain yaitu faktor level sehingga bentuknya adalah desain faktorial.
Desainnya adalah sebagai berikut;
Variabel
Atribut
Variabel Eksperimen
Perlakuan A
Perlakuan B
Level 1
Sel 1
Sel 3
Level 2
Sel 2
Sel 4

1.5.           Desain quasi eksperimen (desain eksperimen semu)
            Model desain ini merupakan salah satu desain eksperimen satu variabel. Jenis desain ini meliputi
1.5.1        Desain kelompok kontrol tidak ekuivalen
            Desain model ini sangat cocok jika peneliti memerlukan subjek penelitian yang sesuai dengan kondisi dan tatanan yang sudah permanen.
Desainnya  meliputi:
Kelompok
Pretes
Perlakuan
Postes
Eksperimen
O1
X
O2
Kontrol
O1
-
O2
atau dapat juga menggunakan:
Kelompok
Pretes
Perlakuan
Postes
Eksperimen
O1
X1
O2
Kontrol
O1
X2
O2

1.5.2         Desain deret waktu
             Desain ini melakukan pretes dan postes berkali-kali. Desainnya sebagai berikut;
Kelompok
Pretes
Perlakuan
Postes
Eksperimen
O11 O12 O13
X1
O21 O22 O23

1.5.3   Desain deret waktu dengan kelompok kontrol
                 Pada desain ini merupakan desain yang melibatkan dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dan hasil yang didapatkan lebih menyakinkan daripada desain pretes-postes satu kelompok. Jika hasil pretes dan postes pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya sama atau skor postes lebih baik daripada skor pretes hendaknya menggunakan desain model ini. Desainnya sebagai berikut;

Kelompok
Pretes
Perlakuan
Postes
Eksperimen
O11 O12 O13
X1
O21 O22 O23
Kontrol
O11 O12 O13
X2
O21 O22 O23

1.5.4    Desain kontrabalans minimal
                 Desain kontrabalans minimal melibatkan dua kelompok yang memperoleh perlakuan yang sama dengan urutan memperoleh perlakuan yang berbeda sehingga jumlah perlakuan dan jumlah kelompok harus sama.Berikut ini ditampilkan desain kontrabalans dengan dua kelompok dan tiga kelompok:
a.       Desain kontrabalans dua kelompok
Perlakuan
Postes
Perlakuan
Postes
X1
O
X1
O
X2
O
X2
O

b.    Desain kontrabalans tiga kelompok
Perlakuan
Postes
Perlakuan
Postes
Perlakuan
Postes
X1
O
X2
O
X3
O
X2
O
X3
O
X1
O
X3
O
X2
O
X1
O

2            DESAIN DENGAN DUA VARIABEL BEBAS ATAU LEBIH
         Desain dengan dua variabel bebas atau lebih digunakan Jika variabel bebas yang akan dijadikan sebagai perlakuan masih harus ditinjau lagi dari aspek lain sehingga desainnya akan menjadi desain faktorial.  Tipe desain faktorial sangat bergantung pada jumlah variabel aspek tambahannya. Misalnya; jika peneliti merasa belum cukup hanya meneliti perbedaan dua metode mengajar, dan ingin meninjau masing-masing metode mengajar dilihat dari level sekolah yaitu tinggi, sedang, dan rendah, desainnya menjadi desain faktorial 2 X 3. Di sini ada enam jenis kondisi, yaitu metode A untuk siswa sekolah level rendah, sedang, dan tinggi kemudian metode B untuk siswa sekolah level rendah, sedang, dan tinggi.

V.          KESIMPULAN
         Penelitian eksperimental merupakan metode penelitian yang dapat menguji secara benar hipotesis menyangkut hubungan kausal (sebab akibat). Dalam studi eksperimtal peneliti memanipulasi paling sedikit satu variable, mengontrol variable lain yang relevan, dan mengobservasi efek/pengaruhnya terhadap satu atau lebih variable terikat. Peneliti menentukan “siapa memperoleh apa”, kelompok mana dari subjek yang memperoleh perlaakuan mana. Penelitian eksperimen dapat diartikan sebagai penelitian yang didalamnya melibatkan manipulasi terhadap kondisi subjek yang diteliti, disertai dengan upaya control yang ketat terhadap factor-faktor luar, serta melibatkan subjek pembanding. Berikut ini adalah beberapa karakteristik dari penelitian eksperimen: 1. Adanya kesetaraan, 2. Adanya kelompok-kelompok yang berbeda, 3. Adanya kontrol terhadap terhadap variable-variabel non-eksperimen, 4. Adanya pengukuran atau observasi terhadap variable-variabel terikatnya dan 5. Ada satu variable bebas yang dimanipulasi.


DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zaenal.2009.Metodologi Penelitian Pendidikan.Surabaya: Lentera Cendikia
Emzir.2009.Metodologi Penelitian Pendidikan: Kuantitatif dan Kualitatif.Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada
Kountur, Ronny.2005.Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan Tesis.Jakarta: PPM
Nazir, Muh.1999.Metode Penelitian.Jakarta: Ghalia Indonesia
Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul Jannah.2008.Metode Penelitian Kuantitatif: teori dan Aplikasi.Jakarta: PT. Raja Grafindo Perkasa
Sukardi. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta:Bumi Aksara
Sudjana, Nana dan Ibrahim.2010.Penelitian dan Penilaian Pendidikan.Bandung: Sinar Baru Algensindo
Suryabrata, Sumadi.2011.Metodologi Penelitian.Jakarta: Rajawali Pers