PENELITIAN BUDAYA KOMUNIKASI MASYARAKAT SAMIN DI BOJONEGORO (KAJIAN SOSIOLINGGUISTIK)

Posted by joko yulianto Rabu, 01 Agustus 2012 1 komentar


PENELITIAN BUDAYA KOMUNIKASI MASYARAKAT
SAMIN DI BOJONEGORO
(KAJIAN SOSIOLINGGUISTIK)
Oleh: joko yulianto
  1. LATAR BELAKANG MASALAH
Manusia adalah mahluk social karena itu manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lainnya, untuk mendapatkan informasi mengenai lingkungannya, dirinya dan orang-orang disekitarnya. Untuk mendapatkan informasi tentu setiap indifidu perlu melakukan komunikasi dengan indifidu lain. Komunikasi sangat penting perannya bagi kehidupan social, budaya, politik dan pendidikan, karena komunikasi merupakan proses transaksional yang mempengaruhi prilaku tertentu sebagai konsekwensi dari hubungan social.
Tampaknya tak dapat dihindari lagi bahwa proses komunikasi ini sangat vital dan mendasar bagi komunikasi sosial, dikatakan vital karena setiap individu memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan individu yang lainnya, dengan begitu menetapkan kredibilitasnya sebagai seorang anggota masyarakat dan dikatakan mendasar karena manusia baik yang primitif maupun yang modern berkeinginan mempertahankan suatu persetujuan mengenai berbagai hal aturan sosial komunikasi.
Oleh karena itu yang harus ditekankan adalah bagaimana komunikasi bisa berjalan efektif dan efisien sehingga pesan yang diterima, ditafsirkan sama antara komunikator dan komunikan. Artinya komunikasi yang efektif, terjadi tidak hanya sekedar saat seseorang telah melekatkan arti tertentu terhadap perilaku orang lain tetapi juga pada persepsinya yang sesuai dengan pemberi pesan atau informasi.Salah satu cara untuk menjamin hal itu adalah dengan menghindarkan pesan yang tidak jelas atau tidak spesifik serta dengan meningkatkan frekuensi umpan balik (feed back) guna mengurangi tingkat ketidakpastian dan tanda tanya, yakni dengan cara memahami bagaimana budaya komunikasi dari lawan bicara kita nantinya, sehingga salah tafsir dari penyampaian pesan dapat dihindarkan meskipun mempunyai latar belakang kehidupan yang hampir sama dengan kita
Bertahun – tahun lalu Raymond Williams (1962) secara ringkas dan tegas mendefinisikan Budaya sebagai” suatu cara hidup tertentu” yang dibentuk oleh nilai, tradisi, kepercayaan, obyek material dan wilayah (territory), Budaya adalah suatu ekologi yang kompleks dan dinamis dari orang, benda, pandangan tentang dunia, kegiatan dan latar belakang (setting) yang secara fundamental bertahan lama tetapi juga berubah dalam komunikasi dan interaksi sosial yang rutin, budaya adalah konteks.
Budaya adalah cara kita berbicara dan berpakaian, makanan yang kita makan dan cara kita menyiapkannya dan mengkonsumsinya, dewa-dewa yang kita ciptakan dan cara kita memujanya, cara kita membagi waktu dan ruang, cara kita menari, nilai-nilai yang kita sosialisasikan kepada anak-anak kita dan semua detail lainnya yang membentuk kehidupan sehari-hari.
Perspektif tentang budaya ini mengimplikasikan bahwa tak ada budaya yang secara inheren lebih unggul dari budaya yang lainnya dan bahwa kekayaan budaya tidak ada kaitannya sama sekali dengan status ekonomi, budaya sebagai kehidupan sehari-hari merupakan idea yang tetap demokratis.
Hal inilah yang memotivasi peneliti untuk mengkaji bagaimana cara atau praktek komunikasi dalam masyarakat samin khususnya Di wilayah bojonegoro kecamatan malo, peneliti ingin meneliti bahasa masyarakat samin dari segi bahasa, baik bahasa Verbal maupun Nonverbal, yang biasanya dilakukan antara komunikator dan komunikan yang berlatar belakang kebudayaan sama, maupun yang memiliki kebudayaan yang berbeda. Masarakat samin merupakan masyarakat yang cara komunikasinya mengambil dan memahami apa yang di ucap dan mereka menitik beratkan kata-katanya bukan maksud dari makna kata yang di ucapkannya. Inilah yang membuat masyarakat samin berbeda dengan masyarakat bojonegoro pada umumnya dan karena itu pula peneliti merasa penelitian sosiolingguistik perlu dilakukan.

  1. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang masalah tersebut di atas, maka penelitian ini berusaha menjawab permasalahan sebagai berikut :
1.   Bagaimana budaya komunikasi masyarakat Samin di Dusun Jepang, Desa/Kecamatan Margomulyo, Bojonegoro dilihat dari segi penggunaan bahasa ?
2.   Simbol-simbol komunikasi apa yang digunakan masyarakat masyarakat Samin di Dusun Jepang, Desa/Kecamatan Margomulyo, Bojonegoro dalam proses komunikasi?

  1. MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN
Bertitik tolak pada rumusan masalah di atas, maka maksud dan tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.   Untuk mengetahui Budaya Komunikasi masyarakat masyarakat Samin di Dusun Jepang, Desa/Kecamatan Margomulyo, Bojonegoro dari segi penggunaan bahasa.
2.   Untuk memahami simbol-simbol komunikasi yang digunakan masyarakat Samin di Dusun Jepang, Desa/Kecamatan Margomulyo, Bojonegoro dalam proses komunikasi yang biasa mereka gunakan sehari-hari.

  1. KEGUNAN PENELITIAN
Adapun kegunaan dari penelitian ini diharapkan berdaya guna sebagai berikut:
1.   Secara teoritis
a.    Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap pengembangan ilmu Komunikasi, khususnya komunikasi budaya masyarakat samin Bojonegoro.
b.   Diharapkan dapat memperkaya kajian budaya khususnya di bidang komunikasi dalam Masyarakat bojonegoro.
2.   Secara Praktis
a.    Hasil Penelitian ini diharapkan dapat di jadikan salah satu informasi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya komunikasi budaya yang ada hubungannya dengan sosiolingguistik.
b.   Untuk membantu masyarakat demi menghindari kesalahpahaman persepsi dari sebuah pesan yang disampaikan komunikan yang berbeda Budaya atau bahkan sama dengan kita.

  1. LANDASAN TEORI  (Teori Interaksi Simbolik)
Dalam penelitian ini menggunakan kerangka pemikiran yakni teori Interaksi Simbolik milik Herbert Blumer, kerangka pemikiran ini mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam penelitian ini, karena di dalamnya memiliki tendensi-tendensi pemikiran yang kuat untuk menganalisis penelitian ini.
Istilah interaksi simbolik diciptakan oleh Herbert Blumer pada tahun 1937 dan dipopulerkan oleh Blumer juga, meskipun sebenarnya Mead-lah yang paling popular sebagai peletak dasar teori tersebut. Esensi dari teori Interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna Blumer mengkonseptualisasikan manusia sebagai pencipta atau pembentuk kembali lingkungannya, sebagai perancang dunia obyeknya dalam aliran tindakannya, alih–alih sekedar merespons pengharapan kelompok.
Perspektif interaksionisme simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subyek, perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan keberadaan orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka.
Definisi yang mereka berikan kepada orang lain, situasi, obyek dan bahkan pada diri mereka sendiri yang menentukan perilaku mereka. Perilaku mereka tidak dapat digolongkan sebagai kebutuhan, dorongan impuls, tuntutan budaya atau tuntutan peran, manusia bertindak hanya berdasarkan pada definisi atau penafsiran mereka atas obyek-obyek di sekeliling mereka.
Dalam pandangan interaksi simbolik, sebagaimana ditegaskan Blumer proses sosial dalam kehidupan kelompoklah yang menciptakan dan menegakkan kehidupan kelompok, dalam konteks ini, maka makna dikontruksikan dalam proses interaksi dan proses tersebut bukanlah suatu medium netral yang memungkinkan kekuatan-kekuatan sosial memainkan peranannya, melainkan justru merupakan substansi sebenarnya dari organisasi sosial dan kekuatan sosial.
Menurut teori Interaksi simbolik, kehidupan sosial pada dasarnya adalah interaksi manusia yang menggunakan simbol-simbol, mereka tertarik pada cara manusia menggunakan simbol-simbol yang merepresentasikan apa yang mereka maksudkan untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Dan juga pengaruh yang ditimbulkan dari penafsiran simbol-simbol tersebut terhadap perilaku pihak-pihak yang terlihat dalam interaksi sosial.
Penganut interaksi simbolik berpandangan, perilaku manusia pada dasarnya adalah produk dari interpretasi mereka atas dunia dari sekeliling mereka jadi tidak mengakui bahwa perilaku itu dipelajari atau ditentukan sebagaimana dianut teori Behavioristik atau teori struktural.
Secara ringkas Teori Interaksionisme simbolik didasarkan pada premis-premis berikut, pertama individu merespons suatu situasi simbolik, mereka merespon lingkungan termasuk obyek fisik (benda) dan Obyek sosial (perilaku manusia) berdasarkan media yang dikandung komponen-komponen lingkungan tersebut bagi mereka.
Kedua, makna adalah produk interaksi sosial, karena itu makna tidak melihat pada obyek, melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa, negosiasi itu dimungkinkan karena manusia mampu mewarnai segala sesuatu bukan hanya obyek fisik, tindakan atau peristiwa (bahkan tanpa kehadiran obyek fisik, tindakan atau peristiwa itu) namun juga gagasan yang abstrak.
Ketiga, makna yang interpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan perubahan situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial, perubahan interpretasi dimungkinkan karena individu dapat melakukan proses mental, yakni berkomunikasi dengan dirinya sendiri.

  1. METODE PENELITIAN
penelitian ini tersusun dengan kelengkapan ilmiah yang disebut sebagai metode penelitian, yaitu cara kerja penelitian sesuai dengan cabang – cabang ilmu yang menjadi sasaran atau obyeknya. Cara kerja tersebut merupakan pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis dalam upaya pencarian data yang berkenaan dengan masalah-masalah penelitian guna diolah, dianalisis, diambil kesimpulan dan selanjutnya dicarikan solusinya.
Metode dalam suatu penelitian merupakan upaya agar penelitian tidak diragukan bobot kualitasnya dan dapat dipertanggungjawabkan validitasnya secara ilmiah. Untuk itu dalam bagian ini memberi tempat khusus tentang apa dan bagaimana pendekatan dan jenis penelitian, Obyek penelitian, jenis dan sumber data, tahapan penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan teknik keabsahan data, adapn penjelasannya adalah sebagai berikut:
1.   Pendekatan Dan Jenis Penelitian
Penelitian ini, menggunakan pendekatan fenomenologi. Alfred Schutz sebagai salah satu tokoh teori ini berpendirian bahwa tindakan manusia menjadi suatu hubungan sosial bila manusia memberi arti atau makna tertentu terhadap tindakannya itu, dan manusia lain memahami pula tindakannya itu sebagai sesuatu yang penuh arti.
Ada empat unsur pokok dari teori ini yakni: pertama, perhatian terhadap aktor. Kedua, memusatkan pada pernyataan yang penting atau yang pokok dan kepada sikap yang wajar atau alamiah (natural attitude). Ketiga, memusatkan perhatian terhadap masalah mikro. Keempat, memperhatikan pertumbuhan, perubahan dan proses tindakan dalam dinamika agama, sosial dan budaya masyarakat urbanNamun penelitian ini juga menggunakan pendekatan etnografis, yang mencoba melakukan pengumpulan, penggolongan (pengklasifikasian) dan penganalisaan terhadap budaya komunikasi masyarakat samin di kabupaten Bojonegoro.
Sedangkan jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif dengan berdasarkan pada data yang muncul berwujud kata – kata dan bukan rangkaian angka. Serta dengan metode penelitian deskriptif artinya melukiskan variabel demi variabel, satu demi satu. Metode penelitian deskriptif bertujuan untuk :
Ø  Mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada.
Ø  Mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku.
Ø  Membuat perbandingan atau evaluasi.
Ø  Menentukan apa yang dilakukan dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang.
2.   Objek Penelitian
Wilayah penelitian yang dijadikan obyek atau sasaran dalam penelitian ini. Sebagaimana dijelaskan dalam konseptualisasi penelitian yaitu Budaya Komunikasi serta simbol – simbol yang digunakan dalam proses komunikasi masyarakat Samin di Dusun Jepang, Desa/Kecamatan Margomulyo, Bojonegoro, Alasan dipilihnya desa ini adalah karena komunitasnya masih kuat mempertahankan identitas kulturalnya melalui berbagai ritualitas. Kuatnya identitas kultural tersebut diperkuat dengan masih mentradisinya bentuk – bentuk folklor dalam realitas kehidupan sehari – hari. Dengan memiliki aksesbilitas yang lebih terbuka serta kondisi sosial ekonomi rendah dan mempunyai tingkat mobilitas yang tinggi.
3.   Jenis Dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini dibagi dalam bentuk kata-kata dan tindakan serta sumber data yang tertulis. Sedangkan sumber data dalam penelitian ini, disesuaikan dengan apa yang di konsepsikan oleh Lofland dan Lofland (1984: 47), bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Berikut ini akan peneliti jelaskan mengenai jenis-jenis data yang berbentuk kata-kata dan tindakan serta sumber data yang tertulis. Jenis dan sumber data tersebut adalah:
a.    Kata-Kata Dan Tindakan
Kata-kata dan tindakan yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber utama. Sumber data utama dicatat melalui cacatan tertulis atau melalui perekaman video / audio tapes, pengambilan foto atau film. Dalam upaya mengumpulkan sumber data yang berupa kata-kata dan tindakan dengan menggunakan alat (instrumen) penelitian seperti tersebut di atas merupakan konsep yang ideal, tetapi dalam konteks ini, ketika peneliti melakukan proses wawancara dalam upaya menggali data atau informasi yang berkaitan dengan penelitian ini, peneliti hanya menggunakan alat bantu yang berupa referensi sebagai pisau bedah di lapangan dan buku tulis serta bolpoint untuk mencatat informasi yang disampaikan oleh informan yakni tokoh – tokoh masyarakat dan ketua adat yang sering mereka sebut kyai, sesepuh desa (orang yang dituakan) dalam komunitas masyarakat samin yang cukup berpengaruh.
b.   Sumber Tertulis
Sumber tertulis dapat dikatakan sebagai sumber kedua yang berasal dari luar sumber kata-kata dan tindakan. Dilihat dari sumber data, bahan tambahan yang berasal dari sumber tertulis dapat dibagi atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi dan dokumen resmi. Dalam konteks ini, upaya untuk menggali data informasi yang berkaitan dengan permasalahan penelitian, peneliti mencari sumber data tertulis untuk memperkuat hasil penelitian. Dalam hal ini peneliti mendapatkan sumber data tertulis berupa buku yang berkaitan dengan kajian Budaya komunikasi Masyarakat Samin di Dusun Jepang, Desa/Kecamatan Margomulyo, Bojonegoro dan berbagai buku penunjang lainnya.
4.   Tahapan-Tahapan Penelitian
Tahap-tahap penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini ada dua, yaitu:
a.    Tahapan Pra Lapangan
Tahapan pra lapangan ini meliputi:
1.   Menyusun Rancangan Penelitian
Dalam konteks ini, peneliti terlebih dahulu membuat rumusan permasalahan yang akan dijadikan obyek penelitian, untuk kemudian membuat matrik usulan judul penelitian sebelum melaksanakan penelitian hingga membuat proposal penelitian.
2.   Memilih Lapangan
Cara terbaik yang perlu ditempuh dalam penentuan lapangan penelitian ialah dengan jalan mempertimbangkan teori substantif, pergilah dan jajakilah lapangan untuk melihat apakah terdapat kesesuaian dengan kenyataan yang berada di lapangan.
3.   Mengurus Perizinan
Setelah membuat usulan penelitian dalam bentuk proposal, peneliti mengurus izin kepada atasan peneliti sendiri, ketua jurusan, dekan fakultas, kepala instansi seperti pusat dan lain-lain.
b.   Tahap Orientasi
Pada tahap ini, peneliti akan mengadakan pengumpulan data secara umum, melakukan observasi dan wawancara mendalam untuk memperoleh informasi luas mengenai hal-hal yang umum dari obyek penelitian. Informasi dari sejumlah responden di analisis untuk memperoleh hal-hal yang menonjol, menarik, penting dan berguna bagi penelitian selanjutnya secara mendalam. Informasi seperti itulah yang selanjutnya digunakan sebagai fokus penelitian.
c.    Tahapan Eksplorasi
Pada tahap ini, fokus penelitian lebih jelas sehingga dapat dikumpulkan data yang lebih terarah dan spesifik. Observasi ditujukan pada hal-hal yang dianggap ada hubungannya dengan fokus. Wawancara lebih berstruktur dan mendalam (dept interview) sehingga informasi yang mendalam dan bermakna dapat diperoleh.

  1. TEHNIK PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data adalah suatu proses pengadaan data primer untuk keperluan penelitian. Pengumpulan data adalah langkah yang amat penting dalam metode ilmiah, karena pada umumnya data yang dikumpulkan digunakan untuk menguji hipotesa yang sudah dirumuskan. Dalam penelitian ini, pengumpulan data akan dilakukan langsung oleh peneliti dalam situasi yang sesungguhnya. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yang digunakan adalah data dokumentasi, wawancara mendalam yang berhubungan dengan data yang diperlukan dan observasi. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1.   Dokumentasi
Penggunaan data dokumentasi dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi yang berhubungan dengan data-data tentang berbagai hal yang berhubungan dengan Budaya komunikasi masyarakat samin dari segi penggunaan bahasa serta Latar belakang penggunaan Bahasa tersebut Seperti peta wilayah, foto-foto dokumenter aktivitas masyarakat margomulyo kabupaten bojonegoro. Teknik dokumentasi ini juga digunakan untuk mendapatkan informasi dan data-data sekunder yang berhubungan dengan fokus penelitian.
2.   Wawancara
Sedangkan penggunaan wawancara mendalam (dept interview) dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan data primer dari subyek penelitian dengan cara wawancara mendalam yang tidak berstruktur, dengan pertimbangan supaya dapat berkembang sesuai dengan kepentingan penelitian.
3.   Observasi
Metode ini menggunakan pengamatan atau penginderaan langsung terhadap suatu benda, kondisi, situasi, proses atau perilaku. Pengumpulan data dengan menggunakan alat indera dan diikuti dengan pencatatan secara sistematis terhadap gejala-gejala/fenomena yang diteliti. Observasi dilakukan bila belum banyak keterangan yang dimiliki tentang masalah yang diselidiki. Dari hasil observasi, dapat diperoleh gambaran yang lebih jelas tentang masalahnya dan mungkin petunjuk-petunjuk tentang cara memecahkan.

  1. PENGUJIAN DATA
Teknik keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini, seperti yang dirumuskan ada tiga macam yaitu, antara lain :
1.   Perpanjangan Keikutsertaan
Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data. Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat, tetapi memerlukan perpanjangan keikutsertaan peneliti pada latar penelitian. Dalam konteks ini, dalam upaya menggali data atau informasi yang berkaitan dengan permasalahan penelitian, peneliti selalu ikut serta dengan informan utama dalam upaya menggali informasi yang berkaitan dengan fokus penelitian. Misalnya peneliti selalu bersama informan utama dalam melihat lokasi penelitian.
2.   Ketekunan Pengamatan
Ketekunan pengamatan dilakukan dengan maksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang relevan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.
3.   Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Denzin (1978), membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyedik dan teori.

  1. TEKNIK ANALISIS DATA
Definisi analisis data, banyak dikemukakan oleh para ahli metodologi penelitian. Berikut ini adalah definisi analisis data yang dikemukakan oleh para ahli metodologi penelitian tersebut, yang terdiri dari :
1.   Menurut Bogdan dan Taylor (1971)
Analisis data adalah proses yang merinci usaha formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis (ide) seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesa itu.
2.   Menurut Lexy J. Moleong (2002)
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dari mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.
Dari pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa, analisis data adalah rangkaian kegiatan penelaahan, pengelompokan, sistematisasi, penafsiran, dan verifikasi data agar sebuah fenomena memiliki nilai sosial, akademik dan ilmiah.
Analisis data penelitian bersifat berkelanjutan dan dikembangkan sepanjang program. Analisis data dilaksanakan mulai penetapan masalah, pengumpulan data dan setelah data terkumpulkan. Dengan menetapkan masalah penelitian, peneliti sudah melakukan analisis terhadap permasalahan tersebut dalam berbagai perspektif teori dan metode yang digunakan yakni metode alir. Analisis dalam penelitian ini terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan (Matthew B.Miles dan A Michael Huberman,1992: 16 – 17).
Tahap analisis data dalam penelitian kualitatif secara umum di mulai sejak pengumpulan data 1) reduksi data,yang diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan – catatan tertulis di lapangan; 2) penyajian data (display data) dilakukan dengan menggunakan bentuk teks naratif dan 3) penarikan kesimpulan serta verifikasi.
Teknik analisis data dalam penelitian ini, dilakukan setelah data-data diperoleh melalui teknik wawancara mendalam dan observasi. Kemudian data-data tersebut, di analisis secara saling berhubungan untuk mendapatkan dugaan sementara, yang dipakai dasar untuk mengumpulkan data berikutnya, lalu dikonfirmasikan dengan informan secara terus menerus secara triangulasi.

  1. KESIMPULAN
Kesimpulan disini akan menjelaskan bagaimana hasil dari penelitian ini, apakah penelitian ini mampu menjawab seluruh rumusan masalah yang telah ditetapkan atau tidak. Dalam menulis kesimpulan ini akan ditulis apa saja manfaat dari peneltian ini untuk ilmu pengetahuan, untuk masyarakat, untuk peneliti, saran untuk masyarakat umum dan lain sebagainya.

  1. DAFTAR PUSTAKA
Bahtiar, Wardi, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1987
Berger, Arthur Asa, Tanda-tanda dalam Kebudayaan Kontemporer, terjemahan oleh M. Dwi Mariyanto, Sunarto, Jogyakarta, Tiara Wacana Yogja: 2000
Iqbal Hasan, M., Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Cet. 1, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002
Koencoroningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1981
Lexy, J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Cet. 13 Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002
Lull, James, Media, Komunikasi dan Kebudayaan Jakarta, Yayasan Obor Indonesia :1998
Mulyana, Deddy, Komunikasi Antar Pribadi Bandung, PT Remaja Rosda Karya:1990
Narbuko Cholid, & Achmadi, Abu, Metodologi Penelitian ,Jakarta, Bumi aksara, 1997
Nasution, S., Metode Research, Edisi 1 Bandung: Jemmars, 1982
Nazir, Moh., Metode Penelitian, Cet. IV Jakarta: Ghalia Indonesia, 1999
Ritzer, George, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda Yogyakarta: Kanisius, 1992
Sobur, Alex, Semiotika Komunikasi, Bandung, Remaja Rosdakarya : 2004
Suprayogo, Imam dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001
Uchajana, Onong, Dinamika Komunikasi, Bandung, PT Remaja Rosda Karya: 1993
http://zenapinkers08.wordpress.com/proposal-penelitian-kualitatif
http://mhs.blog.ui.ac.id/dennie.atika/category/semester-5/metode-penelitian-komunikasi/

Postmodernisme dalam Cerpen Sugriwo-Subali Karya Yanusa Nugroho

Posted by joko yulianto Selasa, 19 Juni 2012 0 komentar

Postmodernisme dalam Cerpen Sugriwo-Subali
Karya Yanusa Nugroho

Pendahuluan
Filsafat modern yang dibawa oleh Descartes dianggap melahirkan berbagai dampak buruk untuk dunia di kemudian hari. Filsafat modern, bagaimanapun telah membawa dunia kepada perubahan yang sangat besar. Namun, di sisi lain ia juga mendapat kecaman dari berbagai pihak, khususnya aliran Postmodernisme. Pandangan dualistiknya yang membagi seluruh kenyataan menjadi subyek dan obyek, spiritual-material, manusia-dunia dan sebagainya, telah mengakibatkan obyektisasi alam dan eksploitasi alam secara besar-besaran dan semena-mena. Akibtnya banyak pihak yang mengecam tindakan ini. Zaman modern yang selalu diasumsikan dengan kemajuan, ilmu pengetahuan, Hi-Tech, eksploitasi, rasionalitas dan lain sebagainya, ternyata tidak dapat diterima begitu saja oleh sebagian yang lain.
Istilah postmodernist muncul pada tahun 1930-an, yang pertama kali dikenalkan oleh Arnold Toynbee. Postmodern merupakan reaksi dari modernism. Walaupun sampai saat ini belum ada kesepakatan dalam pendefinisiannya, tetapi istilah tersebut berhasil menarik perhatian orang banyak. Banyak versi dalam memberikan penjelasan mengenai istilah postmodern. Foster menjelaskan, sebagian orang seperti Lyotard beranggapan bahwa, postmodernisme merupakan lawan dari modernisme yang dianggap tidak berhasil mengangkat martabat manusia modern. Sedang sebagian lagiseperti Jamenson beranggapan, postmodernisme adalah pengembangan dari modernitas, seperti diungkap Bryan S. Turner dalam Theories of modernity and Post-Modernity .
Postmodernisme Dalam Pandangan Jean Francois Lyotarda
Jean-Francois Lyotard, dalam bukunya The Postmodern Condition: A report on Knowledge (1979), adalah salah satu pemikir pertama yang menulis secara lengkap mengenai postmodernisme sebagai fenomena budaya yang lebih luas. Lyotard memandang postmodernisme muncul sebelum dan setelahmodernisme, dan merupakan sisi yang berlawanan dengan modernisme. Halini diperkuat oleh pendapat Flaskas yang mengatakan bahwa postmodernisme adalah oposisi dari premis modernisme. Beberapa diantaranya adalah gerakan perpindahan dari fondasionalisme menuju anti-fondasionalisme, dari teori besar (grand theory) menuju teori spesifik, dari sesuatu yang universal menuju kesesuatu yang sebagian dan lokal, dari kebenaran yang tunggal menuju ke kebenaran yang beragam. Semua gerakan tersebut adalah mencerminkan tantangan postmodernist kepada modernist.
Pemahaman pemikiran postmodernis menjadi penting untuk memahami berbagai perkembangan ilmu pengetahuan dan budaya yang tidak lagimemadai untuk dianalisis hanya berdasarkan paradigma ilmiah modern yanglebih menekankan kesatuan, homogenitas, objektivitas, dan universalitas. Sementara ilmu pengetahuan dalam pandangan postmodernis lebih menekankan pada pluralitas, perbedaan, heterogenitas, budaya lokal/etnis,dan pengalaman hidup sehari-hari.
Menurut Jean Francois Lyotard, bahwa awalan post pada postmodern, merupakan elaborasi keyakinan modern, sebagai upaya untuk memutuskan hubungan dengan tradisi modern dengan cara memunculkan cara-cara kehidupan dan pemikiran yang baru sama sekali. Pemutusan dengan masalalu (jama modern) merupakan jalan untuk melupakan dan merepresi masalalu. Dalam pandangan modernisme, ilmu pengetahuan berkembang sebagai pemenuhan keinginan untuk keluar dari mitos-mitos yang digunakan masyarakat primitif menjelaskan fenomena alam, dan modernitas adalah proyek intelektual yang mencari kesatuan berdasarkan fondasi sebagai jalan menuju kemajuan.
Mitos politik ini menganggap sainsmodern sebagai alat untuk kebebasan dan humanisasi. Sementara dalam pandangan Postmodernism, sains tidak mampu menghilangkan mitos-mitosdari wilayah ilmu pengetahuan. Sementara metanarasi itu berfungsi sebagaimitos baru bagi masyarakat modern.
Bagi postmodernism ide rasionalitas dan humanisme merupakan konstruksi historis, konstruksi sosial budaya dan bukan sesuatu yang bersifat alami(kodrat) dan universal. Sehingga kedua hal tersebut tidak dapat diseragamkan tanpa mempertimbangkan kondisi sosial-historis sertabudaya lokal. Keanekaragaman pemikiran menurut Lyotard hanya dapat dicapai dengan melakukan penolakan terhadap kesatuan (unity), dengan mencari disensus (ketidaksepakatan) secara radikal.Jean Francois Lyotard merupakan pemikir postmodern yang penting karena memberikan pendasaran filosofis pada gerakan postmodern. Penolakannya terhadap konsep narasi agung (grand native) serta pemikirannya yang mnengemukakan konsep perbedaan dan language game sebagai alternatif terhadap kesatuan (unity).
Lyotard  memandang  bahwa,  di  dalam  bahasa  tidak  ada  keutuhan,  yang ada hanyalah pulau-pulau bahasa,  yang  masing- masing  diatur oleh  sebuah  system  aturan yang  tak bisa  diterjemah kan ke dalam sistem  yang lain. Pengejawantahan  postmo  adalah formlessness, ambiguitas, ketidakpastian, ironi, oposisionalitas,  dsan relatives. Fenomen aglobal:  bangkitnya  micronarratives  postmodern  yan g  dibangun  oleh  perpaduan  bebas antara  tradisi  dengan  modernitas,  yang  sekaligus  melanjutkan  dan  mentransendensikan modernisme. Ciri-ciri  penting  yang  dapat  dilihat  dari  postmodern  jika  dikontekstualisasikan  kedalam  contoh  novel Indonesia1 misaln ya, dap at  diambil simpulan  bahwa novel-novel itu: mensintsiskan,  mempertentangkan  dan  secar a  ironis  mengomentari  hirarki  yang  muncul dari  dunia  sastra/cerita  dan  menemukan  padanan  dalam  dunia  modern.  Mengungkap  tradisi untuk  membangun  masa  depan.
Dialektika  plot  pakem  dan  carangan  mempunyai kesamaan  dengan usaha  postmo,  yaitu mengedepankan  konflik  antara  model  pemahaman lama  dan  baru.  Ini  paralel  dengan  Lyotard  tentang  ketidakpercayaan  pada metanarratives yang  menand ai akhir zaman modern serta  muncu lnya modernisme-moder nisme baru atau micronarratives yang otonom dan terpecah-pecah yan g mewarnai era postmodern. Dengan  demikian  karya  postmodernis  adalah  sebuah  anti  kemapanan.  Tidak percaya  lagi  pada  sesuatu  yan g  telah  menjadi  pakem  atau  ketetapan  bersama.
Cerpen Sugriwo-Subali (CSS)
Cerpen  Sugriwo -Subali(CSS)  berkisah  tentang  dua  orang  bersaudara  yang  hidup terlantar  di  sebuah  tempat  bernama  Jakarta.  Kedua  orang  itu  merupakan   anak  pungut Hanoman. Dua or ang itu mempun yai perbedaan dalam hal nafsu  makan. Sugriwo tukang makan  karena itu  tubuhnya  cepat besar,  sebalikn ya  Subali  nafsu  makannya  jelek,  karena itu  badannya  kecil.  Dua  bersaudara  itu  hidup  menggelandang.  Hanoman  mengajarinya, bahwa surga  adalah makanan dan neraka adalah  lapar. Itulah sebabn ya setiap hari  mereka melayap  mencari  sorga.  Mereka  juga  sangat  dekat  dengan  gadis  Jilah  yang  setiap  hari selalu dibaginya makanan dengan hadiah ciuman.
Suatu  hari  mereka  mendapati truk  sayuran.  Sugriwo  naik  untuk  mencuri  dan Subali menunggu  sambil  mengawasi.  Truk  itu  tiba-tiba  maju  meninggalkan  Subali  yang  tidak bisa  naik,  adapun  Sugriwo  tak  bisa  turun.  Mereka  dipisahk an  dalam  rasa  sedih  yang sangat. Sugriwo telah tumbuh menjadi  raja hitam. Dialah  pen gusa segala  kejahatan di kota itu. Dia ingin menjumpai Subali. Dia  mencari Subali ke setiap pelosok kota. Kedua orang saudara  itu  bertemu.  Mereka  saling  kangen  dengan  caranya  sendiri.  Mabuk  bersama. Subali  masih  marah  dan  merasakan  k epedihan  ditinggal  Sugriwo.  Dia  bernafsu  ingin membunuh  Sugriwo.  Subali  menghantamkan  botol  ke  kepala  Sugriwo  sampai  luka.  Dan Sugriwo merasakan kepedihan di kepalanya adalah kepedihan hati Subali. Keduanya  pergi  munyusuri  jalanan.  Sampai di  sebuah  taman  dan  tertidur.  Sugriwo luka di  jidatnya  dan  Subali  berdarah di  kepalanya. Mereka ditemukan penjaga  taman  dan diambil polisi untuk diamankan.
Cerpen  ini  sangat  anakronis,  pluralis,  dan  sebuah  pikares  di  dalam  pascamodernis. Seperti  dalam  fiksi  sejarah  yang  melibatkan  suatu  transgesi  halus  antara  bidang  acuan eksternal  dan  bidang  acuan  internal  melalui  diperkenalkannya  tokoh-tokoh  histories  kedalam  suatu  eks  fiksi,  atau  dipaksakann ya  tokoh-tokoh  fiksional  ke  dalam  situasi  histori yang sebenarnya.  Ini satu  transgesi yang diupayakan agar halus   dan tidak ada jahitannya, yang  sejauh  mungkin  menghindari  anakronisme  dan  yang  mencocokan  struktur  bagian dalam  cerita  itu  dengan  struktur  dunia  nyata  yang  dibayanginya “khayalannya”.
Dalam cerpen pascamodernis  melakukan  yang  sebaliknya: memandang sesuatu yang di anggap tidak benar oleh kebannyakan orang di angkat dan di dekonstruksi sehingga sesuatu yang dianggap tidak benar bisa menjadi sesuatu yang dimaklumi karena memandang sesuatu dari sudut pandang yang berbeda.
Sugriwa-Subali mengandung anakronisme. Tokoh-tokohnya mempunyai nama yang sama  dengan  kisah  wayan g  Ramayana,  tapi  mereka  ditempatkan  di  Jakarta,  suka mendengarkan  kereta  api  yang  sedang  melaju ,  naik  truk,  dan  latar  lainnya  yang mengindikasikan  kehidupan  realitas.  Perpaduan  yang  hybrid  ini  memang  mustahil.  Ada Subali,  Sugriwo,  dan  Hanoman  yang  gambaran  fisik  dan sifat  tokoh  itu  pun menyerupai tokoh  wayang.  Mereka  kembar  atau  bersaudara  sebagaimana  dalam  wayang,  mereka dekat  dengan  Hanoman  bahkan  diangkat  menjadi  anaknya.  Anakronosme  ite  telah menciptakan  Subali  dan   Sugriwo  lahir  di  tengah-tengah  kota  Jakarta  bahkan  tinggal  di Kali Malang.  Kehidupannya yang miskin  memaksa  dirin ya untuk menjadi  pencuri  kecil-kecilan. Hal  ini  dilakukan  atas jargon  Hanoman,  makan adalah  sorga dan  neraka  adalah lapar.
Di  taman  mereka  berkelahi  dalam  mabok,  dalam  kerinduan  setelah  sekian  lama berpisah. Sugriwo  yang meninggalkan  Subali  dengan  tidak sengaja, mendapat marah dari Subali. Sugriwo  dipukul  dengan botol  minuman  sampai luka  jidatnya,  sehingga Sugriwo dapat  merasakan  kepedihan  Subali  yang  ditinggal  dirinya.  Perkelahian  ini  merupakan bentuk  loncatan  dari  pakem.  Sugriwo  dan  Subali  yang  telah  menjadi  kera  itu  berkelahi memperebutkan  sebuah  pusaka  hingga  kematian  Sugriwo.  Dalam  cerpen  ini  mereka justru  semakin  mesra  dengan  perkelahian  itu,  dengan  masing-masing  luka  di  kepalanya. Mereka  digaruk  polisi  atas laporan  penjaga taman,  sebagai  warga yan g  melanggar  hokum karena  mabok  di  tempat  umum.  Betapa  mesranya  kedua  saudara  ini  dalam  luka  di kepalanya.
“Ya…luka  yang  dalam  sekali…Bali…pedihmu  ada  di  kenin gku…”  sebuah  botol pecah  lagi.  Kali  ini  kepala  Subali  mengucurkan  darah.  Lalu  gelak  tawa  terdengar meledak lagi. “Kita pulang Wok…?” “Ya…kita harus pulang Li….”(CSS,12 2)
Pluralitas  dari teks pascamodernis  sebagian  nampak dalam semakin  kaburnya  garis-garis  yang memisahkan kutub-kutub biner  yang diterima secara umum. Di  satu pihak jika kita membayangkan  baik  maka di pihak lain  tentulah  yang buruk.  Dalam cerpen  ini  yang baik  dan  yang  buruk   menjadi  padu.  Menjadi  sulit  untuk  mengambil  salah  satunya dipisahkan  dalam  diri  kedua  tokoh  itu.  Sugriwo  adalah  penjahat  yang  merajai  dunia hitam,  pemabuk,  pezinah  demikian  juga  Subali  mempunyai  masa  lalu  yang  kelam  yang juga  masih  suka  mabuk.  Segala  keburukan  itu  tidak  mempengaruhi  diri  mereka  untuk tetap  saling  menyayangi  dan  merindukan.
Mereka  mempunyai  cara  sendiri  dalam menumpahkan  rindu  itu.  Mereka  saling  menyakiti  untuk  menyamakan  rasa  pedih  dan rindu  itu.  Dalam  diri mereka  ketika  bersama-sama  tak  tampak  kejahatan  itu,  tak  tampakpula  kebaikan  itu.  Semua  menjadi  plural,  berbaur  dalam  sifat-sifat  ganjil,  seperti  halnya sebuah  demokrasi yang berkelahi dengan  fair  play  tanpa  dendamd alam bentuk  panggung yang lain. Kita bisa melihat perilaku kedua saudara itu sebagai berikut:
“Tidak,  aku  han ya  memelukmu,  aku…”  Sugriwo  tegak,  tapi  rebah  lagi.  Bibirnya memaki.  Botol  kosong  melayang  dari  tangan  Subali.  Dan  …”  Uh..”  Sugriwo menangis  pilu. “Sepedih  inikah  hatimu  Bali…?  Subali  mengusapnya. “Oh ..Kau  ini luka  Wok,  pedih  Wok?”  “Oh,  Griwo…lukakah  Kau…?”    Ya…luka  yang  dalam sekali…Bali…pedihmu…ada di keningku…”(CSS,122)
Tokoh-tokoh  yang  dipaksa  untuk  bertahan  hidup   dengan  caranya  sendiri,  dalam  proses biasanya  dengan  menahan  penderitaan  dan  penghin aan.  Seperti Sugriwo  dan  Subali  dihajar  satpam  ketika  mencuri  paku  untuk  modal  makan  hari  itu. Mereka dihinakan  sampai babak belur. Hal itu belum cukup, gadis  Jilah yang  merupakan sorga  baru  bagi  kedua  saudara  itu  telah  direbut  penjual  es  Karena  mempunyai  modal.
Subali  dan  Sugriwo  punya  cara  tersendiri  untuk  membalas  dendam  itu.  Jilah  kecil  itudi telanjangi dan dibiarkan menangis dalam rasa malu. Kedua  tokoh  anti  hero   ini  tidak  mendamaikan  diri  mereka  sendiri  dengan  dunia yang  keras  dan  memperdaya  ini  dengan  menyesuaikan  diri.  Kedua  tokoh  ini  terkatung-katung  dalam  ketidakpastian.  Mereka  mabuk  di  mana  saja  dan  tidur  di  mana  saja  dan digelandang  polisi  kapan  saja.  Mereka  tak  punya  sesuatu  yan g  mapan.
Hidup  seperti kereta api yang terus berjalan, berputar, dari rel ke rel yang itu-itu juga. Subali menyusuri  rel  kereta. Bertanya  pada  koral-koral yan g  kaku bisu  di sepanjang rel.  Dikuakkannya  ilalang  Disibaknya  gerumbul  semak.  Kalau-kalau  ada  mayat Sugriwo ditemukan. Diperhatikannya setiap trukyang lalu lalang….
”Sugriwo  besar  dan  hidup  di  pasar  induk  kota,  Menghirup  udara  kota  kecil  itu, Melangkahi  hari-hari  bersama  pencolen.  Mencari  kehangatan  pada  perempuan malam….Dialah gembong pen coleng kota itu. Dialah raja hitam.(CSS,119)”

Tokoh-tokoh  ini  bisa  ditafsirkan  sebagai  tokoh yang  perannya tidak untuk menginterpretasi atau mencocokan  kedalam  dunia  yang di dalamnya ternyata mereka  sendiri  hidup,  tetapi  justru  untuk  menunjukan  eksistensi  dari  suatu  pluralitas dunia.  Ada  dunia  yang terombang-ambing  antara  dendam  yang  harus  membunuh dengan rasa rindu yang harus memeluk. Ada dunia yang saling bicara namun tidak paham terhadap apa yang dibicarakan. Dalam  budaya  pascamodern,  kata  Lyotard(1984,  3  ),  tidak  peduli  cara penggabungannya,  tidak  peduli  apakah  itu  sesu atu  narasi  spekulatif  atau  suatu  narasi besar  itu  sudah  kehilangan  kredibilitasnya. 
Lyotard(1984)  menyebut mikronarasi, potongan narasi yang merup akan gejala dari keragu-raguan metanarasi. Pada  cerita  ini  dekonstruksi  terus-menerus  berjalan.  Ide  tentang  perjalanan hidup adalah nasib,  garis  kepastian  adalah  bahan tertawaan  yang  enak.  Krepa  menyebut perang  bukan sebagai  nasib  atau  garis  kepastian,  tetapi  sebuah  pikiran  bodoh  untuk  menutupi ketidakmampuan berpikir.
Nasib patut untuk dipertan yakan kembali, nasib adalah sesuatu yang patut ditertawakan jika hanya padanya semua bergantung. Tentang  siapa  yang  benar  pun  terus-menerus  didekonstruksi.  Jika  selama  ini  penjahat, pemabuk, pencuri & pemalak selalu  di pandang sebagai orang yang salah dan pantas dihukum seberat-beratnya dan kalau perlu dibuang kelaut tetapi dalam  cerpen  ini  semua  dipertan yakan  kembali, dan inilah yang disebut dengan dekonstruksi.  Dalam dekonstruksi Semua dijawab  dengan  alasan  yang  dalam  sudut  pandang  tertentu  dapat  diterima  dengan  logis.
Penutup
Menurut Jean Francois Lyotard, postmodern merupakan upaya untuk memutuskan hubungan dengan tradisi modern dengan cara memunculkan cara-cara kehidupan dan pemikiran yang baru sama sekali. Pemutusan dengan masalalu (jama modern) merupakan jalan untuk melupakan dan merepresi masalalu. Dalam pandangan modernisme, ilmu pengetahuan berkembang sebagai pemenuhan keinginan untuk keluar dari mitos-mitos yang digunakan masyarakat primitif menjelaskan fenomena alam, dan modernitas adalah proyek intelektual yang mencari kesatuan berdasarkan fondasi sebagai jalan menuju kemajuan.
Dalam cerpen pascamodernis sugriwo-subali melakukan  yang  sebaliknya: memandang sesuatu yang di anggap tidak benar oleh kebannyakan orang dan di dekonstruksi sehingga sesuatu yang dianggap tidak benar bisa menjadi sesuatu yang dimaklumi karena memandang sesuatu dari sudut pandang yang berbeda.
Daftar Pustaka
Allen, Pamela.  2004. Membaca dan  Membaca  Lagi(terjemahan  oleh bakdi
Sumanto). Indonesiatera. Tanggerang
http://www.scribd.com/doc/45922087/Postmodern-is-Me-Dalam-Pandangan-Jean-Francois-Lyotard
Nugroho, Yanusa. 2002.  Segulung Cerita Tua. Jakarta: Buku Kompas
Sarup, Madan.  2003. Post-stucturalism and Postmoder  (diterjemahkan oleh
Medhy Aginta). Jendela. Yogyakarta