Postmodernisme dalam Cerpen Sugriwo-Subali Karya Yanusa Nugroho
Selasa, 19 Juni 2012
0
komentar
Postmodernisme dalam Cerpen
Sugriwo-Subali
Karya Yanusa Nugroho
Pendahuluan
Filsafat
modern yang dibawa oleh Descartes dianggap melahirkan berbagai dampak buruk
untuk dunia di kemudian hari. Filsafat modern, bagaimanapun telah membawa dunia
kepada perubahan yang sangat besar. Namun, di sisi lain ia juga mendapat
kecaman dari berbagai pihak, khususnya aliran Postmodernisme. Pandangan
dualistiknya yang membagi seluruh kenyataan menjadi subyek dan obyek,
spiritual-material, manusia-dunia dan sebagainya, telah mengakibatkan
obyektisasi alam dan eksploitasi alam secara besar-besaran dan semena-mena.
Akibtnya banyak pihak yang mengecam tindakan ini. Zaman modern yang selalu
diasumsikan dengan kemajuan, ilmu pengetahuan, Hi-Tech, eksploitasi, rasionalitas
dan lain sebagainya, ternyata tidak dapat diterima begitu saja oleh sebagian
yang lain.
Istilah
postmodernist muncul pada tahun 1930-an, yang pertama kali dikenalkan oleh
Arnold Toynbee. Postmodern merupakan reaksi dari modernism. Walaupun sampai
saat ini belum ada kesepakatan dalam pendefinisiannya, tetapi istilah tersebut
berhasil menarik perhatian orang banyak. Banyak versi dalam memberikan
penjelasan mengenai istilah postmodern. Foster menjelaskan, sebagian orang
seperti Lyotard beranggapan bahwa, postmodernisme merupakan lawan dari
modernisme yang dianggap tidak berhasil mengangkat martabat manusia modern.
Sedang sebagian lagiseperti Jamenson beranggapan, postmodernisme adalah
pengembangan dari modernitas, seperti diungkap Bryan S. Turner dalam Theories
of modernity and Post-Modernity .
Postmodernisme Dalam Pandangan
Jean Francois Lyotarda
Jean-Francois
Lyotard, dalam bukunya The Postmodern Condition: A report on Knowledge (1979),
adalah salah satu pemikir pertama yang menulis secara lengkap mengenai
postmodernisme sebagai fenomena budaya yang lebih luas. Lyotard memandang
postmodernisme muncul sebelum dan setelahmodernisme, dan merupakan sisi yang
berlawanan dengan modernisme. Halini diperkuat oleh pendapat Flaskas yang
mengatakan bahwa postmodernisme adalah oposisi dari premis modernisme. Beberapa
diantaranya adalah gerakan perpindahan dari fondasionalisme menuju
anti-fondasionalisme, dari teori besar (grand theory) menuju teori spesifik,
dari sesuatu yang universal menuju kesesuatu yang sebagian dan lokal, dari
kebenaran yang tunggal menuju ke kebenaran yang beragam. Semua gerakan tersebut
adalah mencerminkan tantangan postmodernist kepada modernist.
Pemahaman
pemikiran postmodernis menjadi penting untuk memahami berbagai perkembangan
ilmu pengetahuan dan budaya yang tidak lagimemadai untuk dianalisis hanya
berdasarkan paradigma ilmiah modern yanglebih menekankan kesatuan, homogenitas,
objektivitas, dan universalitas. Sementara ilmu pengetahuan dalam pandangan
postmodernis lebih menekankan pada pluralitas, perbedaan, heterogenitas, budaya
lokal/etnis,dan pengalaman hidup sehari-hari.
Menurut
Jean Francois Lyotard, bahwa awalan post pada postmodern, merupakan elaborasi
keyakinan modern, sebagai upaya untuk memutuskan hubungan dengan tradisi modern
dengan cara memunculkan cara-cara kehidupan dan pemikiran yang baru sama
sekali. Pemutusan dengan masalalu (jama modern) merupakan jalan untuk melupakan
dan merepresi masalalu. Dalam pandangan modernisme, ilmu pengetahuan berkembang
sebagai pemenuhan keinginan untuk keluar dari mitos-mitos yang digunakan
masyarakat primitif menjelaskan fenomena alam, dan modernitas adalah proyek
intelektual yang mencari kesatuan berdasarkan fondasi sebagai jalan menuju
kemajuan.
Mitos
politik ini menganggap sainsmodern sebagai alat untuk kebebasan dan humanisasi.
Sementara dalam pandangan Postmodernism, sains tidak mampu menghilangkan
mitos-mitosdari wilayah ilmu pengetahuan. Sementara metanarasi itu berfungsi
sebagaimitos baru bagi masyarakat modern.
Bagi
postmodernism ide rasionalitas dan humanisme merupakan konstruksi historis,
konstruksi sosial budaya dan bukan sesuatu yang bersifat alami(kodrat) dan
universal. Sehingga kedua hal tersebut tidak dapat diseragamkan tanpa
mempertimbangkan kondisi sosial-historis sertabudaya lokal. Keanekaragaman
pemikiran menurut Lyotard hanya dapat dicapai dengan melakukan penolakan
terhadap kesatuan (unity), dengan mencari disensus (ketidaksepakatan) secara
radikal.Jean Francois Lyotard merupakan pemikir postmodern yang penting karena memberikan
pendasaran filosofis pada gerakan postmodern. Penolakannya terhadap konsep
narasi agung (grand native) serta pemikirannya yang mnengemukakan konsep
perbedaan dan language game sebagai alternatif terhadap kesatuan (unity).
Lyotard  memandang 
bahwa,  di  dalam 
bahasa  tidak  ada 
keutuhan,  yang ada hanyalah
pulau-pulau bahasa,  yang  masing- masing  diatur oleh 
sebuah  system  aturan yang 
tak bisa  diterjemah kan ke dalam
sistem  yang lain. Pengejawantahan  postmo 
adalah formlessness, ambiguitas, ketidakpastian, ironi,
oposisionalitas,  dsan relatives. Fenomen
aglobal:  bangkitnya  micronarratives  postmodern 
yan g  dibangun  oleh 
perpaduan  bebas antara  tradisi 
dengan  modernitas,  yang 
sekaligus  melanjutkan  dan 
mentransendensikan modernisme. Ciri-ciri 
penting  yang  dapat 
dilihat  dari  postmodern 
jika  dikontekstualisasikan  kedalam 
contoh  novel Indonesia1 misaln
ya, dap at  diambil simpulan  bahwa novel-novel itu: mensintsiskan,  mempertentangkan  dan 
secar a  ironis  mengomentari 
hirarki  yang  muncul dari 
dunia  sastra/cerita  dan 
menemukan  padanan  dalam 
dunia  modern.  Mengungkap 
tradisi untuk  membangun  masa 
depan.
Dialektika  plot 
pakem  dan  carangan 
mempunyai kesamaan  dengan
usaha  postmo,  yaitu mengedepankan  konflik 
antara  model  pemahaman lama  dan 
baru.  Ini  paralel 
dengan  Lyotard  tentang 
ketidakpercayaan  pada
metanarratives yang  menand ai akhir
zaman modern serta  muncu lnya
modernisme-moder nisme baru atau micronarratives yang otonom dan terpecah-pecah
yan g mewarnai era postmodern. Dengan 
demikian  karya  postmodernis 
adalah  sebuah  anti 
kemapanan.  Tidak percaya  lagi 
pada  sesuatu  yan g 
telah  menjadi  pakem  atau  ketetapan 
bersama.
Cerpen Sugriwo-Subali (CSS)
Cerpen  Sugriwo -Subali(CSS)  berkisah 
tentang  dua  orang 
bersaudara  yang  hidup terlantar  di 
sebuah  tempat  bernama 
Jakarta.  Kedua  orang 
itu  merupakan   anak 
pungut Hanoman. Dua or ang itu mempun yai perbedaan dalam hal nafsu  makan. Sugriwo tukang makan  karena itu 
tubuhnya  cepat besar,  sebalikn ya 
Subali  nafsu  makannya 
jelek,  karena itu  badannya 
kecil.  Dua  bersaudara 
itu  hidup  menggelandang.  Hanoman 
mengajarinya, bahwa surga  adalah
makanan dan neraka adalah  lapar. Itulah
sebabn ya setiap hari  mereka melayap  mencari 
sorga.  Mereka  juga 
sangat  dekat  dengan 
gadis  Jilah  yang 
setiap  hari selalu dibaginya
makanan dengan hadiah ciuman.
Suatu  hari 
mereka  mendapati truk  sayuran. 
Sugriwo  naik  untuk 
mencuri  dan Subali menunggu  sambil 
mengawasi.  Truk  itu 
tiba-tiba  maju  meninggalkan 
Subali  yang  tidak bisa 
naik,  adapun  Sugriwo 
tak  bisa  turun. 
Mereka  dipisahk an  dalam 
rasa  sedih  yang sangat. Sugriwo telah tumbuh
menjadi  raja hitam. Dialah  pen gusa segala  kejahatan di kota itu. Dia ingin menjumpai
Subali. Dia  mencari Subali ke setiap
pelosok kota. Kedua orang saudara 
itu  bertemu.  Mereka 
saling  kangen  dengan 
caranya  sendiri.  Mabuk 
bersama. Subali  masih  marah 
dan  merasakan  k epedihan 
ditinggal  Sugriwo.  Dia 
bernafsu  ingin membunuh  Sugriwo. 
Subali  menghantamkan  botol 
ke  kepala  Sugriwo 
sampai  luka.  Dan Sugriwo merasakan kepedihan di kepalanya
adalah kepedihan hati Subali. Keduanya 
pergi  munyusuri  jalanan. 
Sampai di  sebuah  taman 
dan  tertidur.  Sugriwo luka di  jidatnya 
dan  Subali  berdarah di 
kepalanya. Mereka ditemukan penjaga 
taman  dan diambil polisi untuk
diamankan.
Cerpen  ini 
sangat  anakronis,  pluralis, 
dan  sebuah  pikares 
di  dalam  pascamodernis. Seperti  dalam 
fiksi  sejarah  yang 
melibatkan  suatu  transgesi 
halus  antara  bidang 
acuan eksternal  dan  bidang 
acuan  internal  melalui 
diperkenalkannya  tokoh-tokoh  histories 
kedalam  suatu  eks 
fiksi,  atau  dipaksakann ya 
tokoh-tokoh  fiksional  ke 
dalam  situasi  histori yang sebenarnya.  Ini satu 
transgesi yang diupayakan agar halus  
dan tidak ada jahitannya, yang 
sejauh  mungkin  menghindari 
anakronisme  dan  yang 
mencocokan  struktur  bagian dalam 
cerita  itu  dengan 
struktur  dunia  nyata 
yang  dibayanginya “khayalannya”.
Dalam
cerpen pascamodernis  melakukan  yang 
sebaliknya: memandang sesuatu yang di anggap tidak benar oleh
kebannyakan orang di angkat dan di dekonstruksi sehingga sesuatu yang dianggap
tidak benar bisa menjadi sesuatu yang dimaklumi karena memandang sesuatu dari
sudut pandang yang berbeda.
Sugriwa-Subali
mengandung anakronisme. Tokoh-tokohnya mempunyai nama yang sama  dengan 
kisah  wayan g  Ramayana, 
tapi  mereka  ditempatkan 
di  Jakarta,  suka mendengarkan  kereta 
api  yang  sedang 
melaju ,  naik  truk, 
dan  latar  lainnya 
yang mengindikasikan 
kehidupan  realitas.  Perpaduan 
yang  hybrid  ini 
memang  mustahil.  Ada Subali, 
Sugriwo,  dan  Hanoman 
yang  gambaran  fisik 
dan sifat  tokoh  itu 
pun menyerupai tokoh  wayang.  Mereka 
kembar  atau  bersaudara 
sebagaimana  dalam  wayang, 
mereka dekat  dengan  Hanoman 
bahkan  diangkat  menjadi 
anaknya.  Anakronosme  ite 
telah menciptakan  Subali  dan  
Sugriwo  lahir  di 
tengah-tengah  kota  Jakarta 
bahkan  tinggal  di Kali Malang.  Kehidupannya yang miskin  memaksa 
dirin ya untuk menjadi 
pencuri  kecil-kecilan. Hal  ini 
dilakukan  atas jargon  Hanoman, 
makan adalah  sorga dan  neraka 
adalah lapar.
Di  taman 
mereka  berkelahi  dalam 
mabok,  dalam  kerinduan 
setelah  sekian  lama berpisah. Sugriwo  yang meninggalkan  Subali 
dengan  tidak sengaja, mendapat
marah dari Subali. Sugriwo  dipukul  dengan botol 
minuman  sampai luka  jidatnya, 
sehingga Sugriwo dapat 
merasakan  kepedihan  Subali 
yang  ditinggal  dirinya. 
Perkelahian  ini  merupakan bentuk  loncatan 
dari  pakem.  Sugriwo 
dan  Subali  yang 
telah  menjadi  kera 
itu  berkelahi memperebutkan  sebuah 
pusaka  hingga  kematian 
Sugriwo.  Dalam  cerpen 
ini  mereka justru  semakin 
mesra  dengan  perkelahian 
itu,  dengan  masing-masing 
luka  di  kepalanya. Mereka  digaruk 
polisi  atas laporan  penjaga taman,  sebagai 
warga yan g  melanggar  hokum karena 
mabok  di  tempat 
umum.  Betapa  mesranya 
kedua  saudara  ini 
dalam  luka  di kepalanya.
“Ya…luka  yang 
dalam  sekali…Bali…pedihmu  ada  di  kenin gku…” 
sebuah  botol pecah  lagi. 
Kali  ini  kepala 
Subali  mengucurkan  darah. 
Lalu  gelak  tawa 
terdengar meledak lagi. “Kita pulang Wok…?” “Ya…kita harus pulang Li….”(CSS,12
2)
Pluralitas  dari teks pascamodernis  sebagian 
nampak dalam semakin 
kaburnya  garis-garis  yang memisahkan kutub-kutub biner  yang diterima secara umum. Di  satu pihak jika kita membayangkan  baik 
maka di pihak lain  tentulah  yang buruk. 
Dalam cerpen  ini  yang baik 
dan  yang  buruk  
menjadi  padu.  Menjadi 
sulit  untuk  mengambil 
salah  satunya dipisahkan  dalam 
diri  kedua  tokoh 
itu.  Sugriwo  adalah 
penjahat  yang  merajai 
dunia hitam,  pemabuk,  pezinah 
demikian  juga  Subali 
mempunyai  masa  lalu 
yang  kelam  yang juga 
masih  suka  mabuk. 
Segala  keburukan  itu 
tidak  mempengaruhi  diri 
mereka  untuk tetap  saling 
menyayangi  dan  merindukan.
Mereka  mempunyai 
cara  sendiri  dalam menumpahkan  rindu 
itu.  Mereka  saling 
menyakiti  untuk  menyamakan 
rasa  pedih  dan rindu 
itu.  Dalam  diri mereka 
ketika  bersama-sama  tak 
tampak  kejahatan  itu, 
tak  tampakpula  kebaikan 
itu.  Semua  menjadi 
plural,  berbaur  dalam 
sifat-sifat  ganjil,  seperti 
halnya sebuah  demokrasi yang
berkelahi dengan  fair  play 
tanpa  dendamd alam bentuk  panggung yang lain. Kita bisa melihat
perilaku kedua saudara itu sebagai berikut:
“Tidak,  aku 
han ya  memelukmu,  aku…” 
Sugriwo  tegak,  tapi 
rebah  lagi.  Bibirnya memaki.  Botol 
kosong  melayang  dari 
tangan  Subali.  Dan 
…”  Uh..”  Sugriwo menangis  pilu. “Sepedih  inikah 
hatimu  Bali…?  Subali 
mengusapnya. “Oh ..Kau  ini luka  Wok, 
pedih  Wok?”  “Oh, 
Griwo…lukakah  Kau…?”  “ 
Ya…luka  yang  dalam sekali…Bali…pedihmu…ada di keningku…”(CSS,122)
Tokoh-tokoh  yang 
dipaksa  untuk  bertahan 
hidup   dengan  caranya 
sendiri,  dalam  proses biasanya  dengan 
menahan  penderitaan  dan 
penghin aan.  Seperti Sugriwo  dan 
Subali  dihajar  satpam 
ketika  mencuri  paku 
untuk  modal  makan 
hari  itu. Mereka dihinakan  sampai babak belur. Hal itu belum cukup,
gadis  Jilah yang  merupakan sorga  baru 
bagi  kedua  saudara 
itu  telah  direbut 
penjual  es  Karena 
mempunyai  modal.
Subali  dan 
Sugriwo  punya  cara 
tersendiri  untuk  membalas 
dendam  itu.  Jilah 
kecil  itudi telanjangi dan
dibiarkan menangis dalam rasa malu. Kedua 
tokoh  anti  hero  
ini  tidak  mendamaikan 
diri  mereka  sendiri 
dengan  dunia yang  keras 
dan  memperdaya  ini 
dengan  menyesuaikan  diri. 
Kedua  tokoh  ini 
terkatung-katung  dalam  ketidakpastian.  Mereka 
mabuk  di  mana 
saja  dan  tidur 
di  mana  saja  dan
digelandang  polisi  kapan 
saja.  Mereka  tak  punya 
sesuatu  yan g  mapan.
Hidup  seperti kereta api yang terus berjalan,
berputar, dari rel ke rel yang itu-itu juga. Subali menyusuri  rel 
kereta. Bertanya  pada  koral-koral yan g  kaku bisu 
di sepanjang rel. 
Dikuakkannya  ilalang  Disibaknya 
gerumbul  semak.  Kalau-kalau 
ada  mayat Sugriwo ditemukan.
Diperhatikannya setiap trukyang lalu lalang….
”Sugriwo  besar 
dan  hidup  di 
pasar  induk  kota, 
Menghirup  udara  kota 
kecil  itu, Melangkahi  hari-hari 
bersama  pencolen.  Mencari 
kehangatan  pada  perempuan malam….Dialah gembong pen coleng
kota itu. Dialah raja hitam.(CSS,119)”
Tokoh-tokoh  ini 
bisa  ditafsirkan  sebagai 
tokoh yang  perannya tidak untuk
menginterpretasi atau mencocokan 
kedalam  dunia  yang di dalamnya ternyata mereka  sendiri 
hidup,  tetapi  justru 
untuk  menunjukan  eksistensi 
dari  suatu  pluralitas dunia.  Ada 
dunia  yang terombang-ambing  antara 
dendam  yang  harus 
membunuh dengan rasa rindu yang harus memeluk. Ada dunia yang saling
bicara namun tidak paham terhadap apa yang dibicarakan. Dalam  budaya 
pascamodern,  kata  Lyotard(1984, 
3  ),  tidak 
peduli  cara penggabungannya,  tidak 
peduli  apakah  itu 
sesu atu  narasi  spekulatif 
atau  suatu  narasi besar 
itu  sudah  kehilangan 
kredibilitasnya.  
Lyotard(1984)  menyebut mikronarasi, potongan narasi yang
merup akan gejala dari keragu-raguan metanarasi. Pada  cerita 
ini  dekonstruksi  terus-menerus 
berjalan.  Ide  tentang 
perjalanan hidup adalah nasib, 
garis  kepastian  adalah 
bahan tertawaan  yang  enak. 
Krepa  menyebut perang  bukan sebagai 
nasib  atau  garis 
kepastian,  tetapi  sebuah 
pikiran  bodoh  untuk 
menutupi ketidakmampuan berpikir.
Nasib
patut untuk dipertan yakan kembali, nasib adalah sesuatu yang patut
ditertawakan jika hanya padanya semua bergantung. Tentang  siapa 
yang  benar  pun 
terus-menerus 
didekonstruksi.  Jika  selama 
ini  penjahat, pemabuk, pencuri
& pemalak selalu  di pandang sebagai
orang yang salah dan pantas dihukum seberat-beratnya dan kalau perlu dibuang
kelaut tetapi dalam  cerpen  ini 
semua  dipertan yakan  kembali, dan inilah yang disebut dengan
dekonstruksi.  Dalam dekonstruksi Semua
dijawab  dengan  alasan 
yang  dalam  sudut 
pandang  tertentu  dapat 
diterima  dengan  logis. 
Penutup
Menurut
Jean Francois Lyotard, postmodern merupakan upaya untuk memutuskan hubungan
dengan tradisi modern dengan cara memunculkan cara-cara kehidupan dan pemikiran
yang baru sama sekali. Pemutusan dengan masalalu (jama modern) merupakan jalan
untuk melupakan dan merepresi masalalu. Dalam pandangan modernisme, ilmu
pengetahuan berkembang sebagai pemenuhan keinginan untuk keluar dari
mitos-mitos yang digunakan masyarakat primitif menjelaskan fenomena alam, dan
modernitas adalah proyek intelektual yang mencari kesatuan berdasarkan fondasi
sebagai jalan menuju kemajuan.
Dalam
cerpen pascamodernis sugriwo-subali melakukan 
yang  sebaliknya: memandang
sesuatu yang di anggap tidak benar oleh kebannyakan orang dan di dekonstruksi
sehingga sesuatu yang dianggap tidak benar bisa menjadi sesuatu yang dimaklumi
karena memandang sesuatu dari sudut pandang yang berbeda.
Daftar
Pustaka
Allen,
Pamela.  2004. Membaca dan  Membaca 
Lagi(terjemahan  oleh bakdi
Sumanto).
Indonesiatera. Tanggerang
http://www.scribd.com/doc/45922087/Postmodern-is-Me-Dalam-Pandangan-Jean-Francois-Lyotard
Nugroho,
Yanusa. 2002.  Segulung Cerita Tua.
Jakarta: Buku Kompas
Sarup,
Madan.  2003. Post-stucturalism and
Postmoder  (diterjemahkan oleh
Medhy
Aginta). Jendela. Yogyakarta

