Teori Struktur Levi Strauss terhadap Mitos Raja Malwopati
Selasa, 19 Juni 2012
0
komentar
Teori
Struktur Levi Strauss terhadap Mitos Raja Malwopati
Oleh : joko yulianto
Pendahuluan
Teori struktur levi strauss adalah teori yang mempelajari tentang mitos
yang terjadi di suatu masyarakat, teori Levi Strauss menganggap bahwa berbagai
aktivitas sosial dan hasilnya seperti misalnya dongeng, upacara-upacara, sistem
kekerabatan dan perkawinan, pola tempat tinggal, pakaian, dan sebagainya
semuanya dapat dikatakan sebagai bahasa atau lebih tepatnya merupakan perangkat
tanda dan simbol yang menyampaikan pesan-pesan tertentu. Teori levi strauss ini mencoba membaca pesan-pesan yang terkandung
dalam mitos raja malowopati. Dari cerita atau mitos yang terkandung dalam
cerita angling darma terdapat beberapa pesan yang ingin disampaikan. Yang
pertama adalah pesan adat atau kepercayaan yang menyebabkan dewi setyowati rela
berkorban untuk masuk kedalam kobaran api, kedua pesan ketika seorang menjadi
pemimpin harus bersikap bijak, yang ketiga adalah nilai tentaang sebuah janji
dan kesetiaan yang mengakibatkan sang prabu angling darma dikutuk menjadi
burung belibis.
Teori Struktur levi Strauss
Secara umum, istilah strukturalisme banyak dikenal dalam
Filsafat Sosial. Filsafat Eropa modern sering menyebut bahwa strukturalisme
adalah sebuah fenomena sosial. Lebih lanjut dikatakan bahwa fenomena itu tidak
peduli seberapa dangkal ragam wujudnya. Secara singkat, strukturalisme adalah
fenomena social yang secara internal dihubungkan dan diatur sesuai dengan
beberapa pola yang tidak disadari.
Hubungan-hubungan internal dan pola merupakan struktur,
dan mengungkap struktur-struktur ini adalah objek studi levis strauss pada umumnya, sebuah struktur
bersifat utuh, transformasional, dan meregulasi diri sendiri (self-regulatory).
Strukturalisme adalah metodologi yang menekankan struktur daripada substansi
dan hubungan dari pada hal, Hal ini menyatakan bahwa sesuatu selalu
keluar hanya sebagai elemen dari penanda suatu sistem.
Metodologi Struktural sesungguhnya berasal
dari struktural linguistik dari Saussure, yang menggambarkan bahwa bahasa
sebagai sebuah tanda dari aturan sistem sosial. Baru pada tahun
1940, ia mengusulkan bahwa fokus yang tepat penyelidikan antropologi harus dapat mendasari
pola-pola pemikiran manusia yang menghasilkan kategori budaya yang mengatur
pandangan dunia sampai sekarang. Kemudian pada tahun 1960, Claude
Levi-Strauss melanjutkan metodologi ini, tidak hanya untuk
antropologi (strukturalisme antropologi) tetapi memang dipakai untuk penanda semua sistem.
Levi-Strauss dianggap sebagai pendiri
strukturalisme modern. Karena melalui
karyanya-karyanya lah, strukturalisme menjadi tren intelektual terutama di Eropa Barat, khususnya Perancis, dan cara pandang levi-strauss sangat mempengaruhi studi tentang ilmu antropologi dengan ilmu-ilmu yang
lainnya yang terus berkembang.
Ahli antropologi mungkin menemukan proses berpikir yang
mendasari perilaku manusia dengan memeriksa hal-hal seperti kekerabatan, mitos,
dan bahasa. Lebih lanjut, bahwa ada realitas tersembunyi di balik semua
ekspresi budaya. Selanjutnya strukturalis bertujuan untuk memahami makna
yang mendasari pemikiran manusia yang terungkap melalui aktivitas
budaya. Pada dasarnya, unsur-unsur budaya yang tidak jelas dalam dan dari
dirinya sendiri, melainkan merupakan bagian dari sistem yang berarti. Sebagai
model analitis, strukturalisme menganggap universalitas proses pemikiran
manusia dalam upaya untuk menjelaskan “struktur dalam” atau makna yang
mendasari yang ada dalam fenomena budaya.
Sebagai suatu aliran pemikiran baru dalam
antropologi, struturalisme memiliki sejumlah asumsi dasar yang berbeda dengan
aliran pemikiran lain dalam antropologi. Strukturalisme Levi Strauss menganggap
bahwa berbagai aktivitas sosial dan hasilnya seperti misalnya dongeng,
upacara-upacara, sistem kekerabatan dan perkawinan, pola tempat tinggal,
pakaian, dan sebagainya semuanya dapat dikatakan sebagai bahasa (Lane dalam
Ahimsa-Putra, 2001: 67)
Levi Strauss (dalam Endraswara, 2005:215) menyatakan
bahwa dalam pandangan struktural, akan mampu melihat fenomena sosial budaya
yang mengekspresikan seni, ritual, dan pola-pola kehidupan. Hal ini merupakan
representasi struktur luar yang akan menggambarkan dalam human
mind. Dalam kaitan ini Levi Strauss (dalam Endraswara, 2005:232)
menjelaskan bahwa dalam mitos terdapat hubungan unit-unit (yang merupakan
struktur) yang tidak terisolasi, tetapi merupakan kesatuan relasi-relasi
hubungan tersebut dapat dikombinasikan dan digunakan untuk mengungkap makna di
balik mitos itu. Dalam kaitan ini, analisis mitos seperti hanya mempelajari
sinar-sinar terbias ke dalam mitem
dan sekuen yang kemudian dipadukan ke
dalam struktur tunggal.
Dalam analisisnya terhadap mitos (dongeng),
Levi Strauss banyak terpengaruh oleh ilmu bahasa. Terdapat beberapa asumsi
mengapa bahasa dijadikan sebagai landasan memahami mitos. Pertama, dongeng,
upacara-upacara, sistem kekerabatan dan perkawinan, pola tempat tinggal,
pakaian, dan sebagainya, secara formal dianggap sebagai bahasa-bahasa, atau
perangkat simbol dan tanda-tanda yang menyampaikan pesan tertentu. Oleh karena
itu, terdapat ketertataan (order) dan keterulangan (regularitas). Kedua,
penganut strukturalisme beranggapan bahwa dalam diri manusia terdapat kemampuan
dasar yang diwariskan secara genetis, yang srukturing atau kemampuan
menstruktur, menyusun suatu struktur pada gejala-gejala yang dihadapi.
Kemampuan ini membuat manusia seolah-olah melihat struktur di balik gejala.
Seseorang ahli bahasa dapat menganalisis struktur suatu bahasa dengan baik, namun, ketika ia berbicara ia secara
tidak langsung membuat struktur bahasa yang tidak disadari
bagaimana susunannya. Ketiga, dalam memahami suatu gejala, aspek sinkronis
ditempatkan mendahului aspek diakronis. Keempat, relasi-relasi yang berada
dalam struktur dapat disederhanakan lagi menjadi
oposisi berpasangan (oposisi biner). Oosisi ini dapat dikelompokkan menjadi
oposisi biner yang tidak inklusif misalnya menikah dan tidak menikah, dan oposisi
yang eksklusif misalnya siang dan malam (Ahimsa-Putra, 2001 65-70).
Levi
Strauss (dalam Ahimsa-Putra, 2001: 94) menetapkan landasan analisis struktural
terhadap mitos. Pertama, bahwa jika memang mitos dipandang sebagai sesuatu yang
bermakna, maka itu tidaklah terdapat pada unsur-unsurnya yang berdiri sendiri,
yang terpisah satu dengan yang lain. Cara mengkombinasikan unsur-unsur mitos
inilah yang menjadi tempa keberadaan makna. Kedua, walaupun mitos termasuk
dalam kategori bahasa, namun mitos bukanlah sekedar bahasa. Artinya, hanya
ciri-ciri tertentu saja dari mitos yang bertemu dengan ciri-ciri bahasa. Oleh
karena itu, bahasa, mitos memperlihatkan ciri-ciri tertentu. Ketiga, ciri-ciri
ini dapat kita temukan bukan pada tingkat bahasa itu
sendiri tetapi di atasnya. Ciri-ciri tersebut lebih rumit dan lebih kompleks,
daripada ciri-ciri bahasa.
Legenda Raja Malwopati
Kisah Kerajaan Malawapati yang dipimpin
seorang raja bernama Prabu Angling Dharma, Selain itu beliau juga dikenal sebagai seorang raja
yang arif dan bijaksana juga tersohor bisa menundukan bangsa jin. Tersohor juga dengan berbagai macam benda pusaka
peninggalanya seperti : Keris Polang Geni, Panah Pasopati, dan lain sebagainya.
Pusat pemerintahan
Malawapati sendiri konon berada di daerah bernama Bojanegara (sekarang
Kabupaten Bojonegoro). kisah Angling Dharma sudah menjadi hal yang sangat dekat
dengan warga Bojonegoro. Entah sejak kapan, yang jelas pendapa Kabupaten
Bojonegoro sendiri dinamai sesuai nama kerajaan yang dipimpin oleh Prabu Angling
Dharma, Pendapa Malawapati, ruang batik madrim, Persibo, klub sepakbola Kabupaten
Bojonegoro, juga mendapat julukan Laskar Angling Dharma, sampai tempat
wisata/ tempat berlibur untuk keluarga juga di beri nama meliwis pitih yang
semuanya ada hubungannya dengan cerita angling dharma. Terakhir dan paling hangat, pemerintah
daerah setempat berencana membangun sebuah museum sekaligus monumen di Desa
Wotangare, Kecamatan Kalitidu, Kabupaten Bojonegoro, yang dipercaya dahulu
menjadi daerah pusat pemerintahan Kerajaan Malowopati, yang sekarang
ada bekas bagunan kuno yang di yakini sebagai bagunan pada masa itu.
Bojonegoro sendiri bukan
tanpa alasan menyebut Malawapati berada di wilayah administratifnya. Dua situs
utama diyakini ada hubungannya dengan mitos Angling Dharma yakni Petilasan
Angling Dharma di Wotangare yang akan dibangun museum. Di situs tersebut ditemukan banyak benda purbakala yang
menurut balai sejarah merupakan sisa benda zamansebelum majapahit. Pelacakan kebenaran peristiwa (atau mitos) Angling
Dharma sendiri sebenarnya layak untuk didiskusikan. Orang-orang Bojonegoro memiliki keyakinan bahwa Angling Dharma ada disana. Orang Bojonegoro menyakini bahwa
mereka adalah keturunan malwopati.
Sebagian masyarakat meyakini bahwa kisah
Mahabarata benar-benar terjadi di tanah Jawa. Prabu Angling Dharma juga dikisahkan
merupakan keturunan ke tujuh dari si tampan Arjuna. Juga merupakan cucu dari
Jayabaya. Kalau naskah sejarah paling dipercaya tentang Jawa masa lampau (Babad
Tanah Jawi), nama Jayabaya dapat ditemukan dan “ada”, maka yang agak aneh
adalah kepercayaan bahwa Angling Dharma juga merupakan keturunan Arjuna yang
hanya ada di dunia pewayangan dapat “lahir” ke dunia nyata.
Kepercayaan mendalam sekumpulan
masyarakat dapat disebut sebagai ekspresi identitas yang melekat dalam
masyarakat tersebut. Kepercayaan masyarakat Bojonegoro yang lekat dengan
Bojanegara inilah yang menjadi pijakan untuk mengkaji mitos Angling
Dharma di Bojonegoro. Pada tahap inilah mungkin dilakukan usaha demotologisasi.
Demitologisasi di sini penulis artikan sebagai sebuah upaya untuk melakukan
pengejaan kembali sebuah mitos dan menemukan nilai-nilai historis.
Identitas Angling Dharma dan
Malowopati sendiri kini terlanjur menempel erat dengan sejarah Bojonegoro
sendiri. Namun, sekali lagi, perdebatan sejarah hanya akan membuat diskursus
ini tumpul saat teks baik berupa prasasti ataupun perkamen sejarah lain terkait
Angling Dharma dapat ditemukan. Kesepakatan kolektif masyarakat sendiri sampai
mengkultuskan Angling Dharma sebagai sosok idaman orang tua saat “menetek”
anak-cucunya. Selain tampan, beliau juga bijak dalam mengambil segala
keputusan. Hal tersebut tergambar jelas di kisah dalam serial televisi Angling
Dharma. Dikisahkan juga bahwa Raja pertama Malowopati tersebut juga dapat
mengenal dan menguasai bahasa hewan layaknya Nabi Sulaiman AS.
Dari beberapa literature yang ada,
memang Prabu Angling Dharma pernah bersinggah di Bojonegoro saat mengalami masa
hukuman dan kutukan menjadi burung Belibis. Beliau dihukum oleh Dewi Uma dan
Dewi Ratih karena melanggar janji sendiri untuk tidak menikah lagi sebagai wujud
cintanya kepada Dewi Setyowati yang mati bunuh diri. Dianggap melanggar janji
saat Dewi Uma dan Dewi Ratih menguji keteguhan janji itu dengan cara menyamar
menjadi nenek-nenek dan gadis cantik menyerupai Dewi Setyowati. Dan
runtuhlahlah iman sang Prabu. Kemudian beliau dikutuk kedua kalinya oleh putri
cantik dan pemakan manusia sebagai burung Belibis. Dan pada perjalanan
selanjutnya sampailah beliau di Wonosari, Bojonegoro dan kisah selanjutnya
beliau memperistri Dewi Srenggono, Trusilo, dan Mayangkusuno dan kemudian
mempunyai beberapa putra. Akan tetapi belum diketahui secara pasti apakah sang
Prabu menetap di Malowopati
sampai akhir hayat atau tidak. Sehingga sampai saat ini masih menjadi
perdebatan yang panjang perihal letak makam Prabu Angling Dharma.
Synopsis cerita angling darma
Angling darma adalah seorang raja muda yang tampan serta gagah perkasa
serta arif dan bijaksana, karena kearifannya ini beliau dihormati dan dijunjung
oleh masyarakatnya. Pada suatu hari raja angligdarma berburu dihutan dan ketika
berburu angling darma memanah seekor kijang dan kijang itu berlari sampai sendang,
ketika sang prabu anglingdarma melihat seorang gadis yang lagi mandi disendang,
gadis tersebut adalah dewi setyowati yang merupakan anak dari bengawan manik
sutra yang disegani di daerah itu.
Ketika melihat dewi setyowati yang cantik sang perabu merasa tertarik
dan jatuh cinta kepada dewi setyowati. Ketika dewisetyowati didekati oleh sang
prabu dewi setyowati merasa takut karena melihat sang perabu dengan bala
tentaranya, dewi setyowati takut kalau mereka menyakitinya. Ketika dewi
setyowati melihat sang prabu dan pelajuritnya mendekat dewi setyowati berlari
pulang. Sag prabu yang tertarik oleh kecantikan dewi setyowati sang prabu
berusaha mengejarnya, ketika sampai dirumah sang perabu berusaha memperkenalkan
diri di depan bengawan manik sutra, mengetahui hal itu batik madrim yang
merupakan anak angkat bengawan manik sutra berusaha menantang sang prabu
angling darma dan jika sang prabu menang dia diizinkan mempersunting dewi
setyowati.
Setelah terjadi pertempuran sang prabu angling darma memenangkan
pertempuran itu tetapi dewi setyawati belum mau menerima sang prabu, dengan
berbagai cara sang prabu berusaha mendekati dewi setyawati ahirnya dewi
setyowati menerima pinangan sang prabu dengan sarat sang prabu harus setia
dengan dewi setyawati dan tidak boleh memperistri wanita lain.
Sudah satu tahun sang prabu meperistri dewi setyawati namun dewi
setyawati belum mau melayani sang prabu sebagai istri, namun sang prabu masih
tetap sabar, sutu hari dewi setyowati melihat kemampuan prabu anglingdarma yang
memiliki ajian “aji ginem” ilmu yang dapat berbicara dengan hewan dewi
setyowati ingin menguasai dan memilikinya tetapi prabu angling darma sudah
dipesan oleh gurunya untuk tidak boleh menurunkan ilmu itu pada orang lain.
Tetapi dewi setyowati tidak dapat menerima alasan itu dan dewi setyowati
mengancam akan bunuh diri. Tetapi sang prabu tetap tidak bisa memenuhi
permintaan istrinya dan sebagai bukti cintanya sang prabu rela mati membakar
diri bersama istrinya. Ahirnya sang prabu meminta para pengawalnya menyiapkan
api besar dan ketika sang prabu dan dewi setyawati igin melompat kedalam api
sang prabu mendengarkan percakapan dua pasang kambing kalu kambing betina ingin
agar kambing jantan mengambilkan janur yang terpasang di pangung untuk melompat
keapi tetapi kambing jantan tidakmau, dan kambing betina mengancam akan ikut
bunuhdiri membakar diri bersama dewi setyowati tetapi kambing hitam menjawab
“kalau kamu ingin mati menerjunkan diri keapi, terjunlah. Aku tidak ingin
menuruti permintaan istri yang sesat seperti praabu angling darma” karena
mendengar percakapan kedua kambing itu sang prabu sadar dan tidak mau melompat
di kobaran api.
Setelah beberapa tahun sang prabu hidup sendiri karena dia sudah
berjanji setia pada istrinya tetapi ketika ia melakukan pengembaraan beliau di
goda oleh nenek dan cucunya yang cantik mirip dewi setyowati, setelah sang
nenek dan cucunya mencoba mengoyahkan iman sang prabu ahirnya hati sang prabu
luluh, karena itu sang prabu dikutuk.
Analisis structural:
Episode satu (paragraph 1-3)
Dari episode pertama ini mengisahkan tentang pertemuan awal antara prabu
anglingdarma dengan dewi setyowati, dalam episode ini juga menceritakan tentang
perjuangannya prabu angling darama untuk mempersunting dewi setyawati. Dalam
perkenalan awalnya dewi setyawati tidak begitu tertarik dengan sang prabu
angling darama, dan ditambah lagi persaratan untuk menyunting dewi setyowati
yang harus bisa mengalahkan batik madrim dan ditambah syarat-syarat dari dewi
setyowati.
PA = prabu ngling darma adalah seorang raja yang baik dan sakti
DS = dewi setyowati adalah seorang gadis yang dipersunting oleh sang
raja
Episode dua (paragraph ke 4-5)
Episode ke dua ini menceritakan tentang kisah kehidupan sang prabu
angling darma setelah menikai dewi setyowati sampai dewi setyowati meningeal
membakar diri. Dalam pernikahannya prabu angling darma dengan dewi setyowati
selama beberapa tahun dewi setyowati tidak melaksanakan tugasnya sebagai
seorang istri. Dari kisah ini kita bisa menilai klo prabu angling darma adalah
seorang raja yang baik dan tidak mau memaksa kehendaknya sendiri. Sebagai
seorang raja jika ia bisa melakukan apapun tetapi sang prabu pemiliki prinsip
hubungan suami istri itu harus lah dilandasi dari prinsip kerelaan.
Episode ketiga (paragraph ke 5- selesai)
Episode ketiga ini
menceritakan tentang perjalanan dan kejadian-kejadian yang dialami prabu
angling daarma setelah kematian dewi setyawati, dalam perjalanan hidupnya
angling darma sering mendapatkan cobaan, suatu hari ia mendapatkan cobaan
kesetiaan/ janji nya terhadap dewi setyowati yang ternyata sang prabu tergoda
dan dinilai telah melanggar janjinya yang pada ahirnya dia dikutuk oleh seorang
nenek-nenek…!!!
Penerapan teori levi strauss
secara umum
Jika kita melihat cerita rakyat yang ada tentang kisah prabu angling
dharma dengan kerajaan malwopatinya di lihat dari segi geografisnya, sosiologisnya
dan kosmologisnya ada kemungkinan tokoh angling darma adalah tokoh nyata karena
di setiap caritanya ada situs, rangkaian carita besar yang saling berkaitan
serta memiliki pelajaran sosiologis yang sangat besar dan bardampak secara ekonomi.
Secara geografis cerita angling darma yang dapat menaklukkan dan merebut benda
pusaka panah pasopati memiliki kedekatan geografis degan asalmula cerita panah
pasopati yang barada di solo serta ditemukannya catatan-catatan surat yang
menyebutkan nama angling dharma dari peninggalan-peninggalan raja-raja
terdahulu maka besarkemungkinan raja angling darma itu benar-benar ada, jika
dilihat dari cerita angling dharma yang berada di bojonegoro degan
keyakinannya.
Tataran tekno ekonomi
cerita angling darma jika dilihat dari tataran ekonomi maka bisa dilihat
kalau kerajaan malwopati itu barada di daerah penuh dengan hutan dan pertanian
karena seluruh ceritanya ada di hutan dan kondisi masyarakatnya adalah hutan
dan pinggiran hutan yang sekarang menjadi pertani dan itu semua cocok dengan
kondisi geografis di bojonegoro. Angling darma sebagai seorang raja ia
mendapatkan upeti dari rakyatnya, bahkan dalam cerita ketika rakyatnya dalam
kondisi kesusahan/ hasil panennya menrun beliau juga bersikap bijak dengan
tidak mengambil upeti dari rakyatnya. Karena sikapnya yang bijak dan pengertian
terhadap kondisi rakyatnya angling darma dikenal sebagai sosok raja yang
bijaksana.
Mitos dan Kosmologis
Cerita angling darma memiliki nilai-nilai mitos yang agung, agung karena
nilai yang terkandung dalam cerita angling darma adalah nilai terhadap sumpah
dan janji. Sang prabu berjanji untuk setia kepada dewi setyowati yang merupakan
putri orang suci ”resik” namun seiring berjalannya waktu sang prabu angling
darma masih tetap setia dengan dewi setyowati
yang telah mati membakar diri tetapi ketika beliau di coba/diuji oleh
dewi umam dan dewi ratih yang menyamar sebagai seorang nenek-nenek dan cucunya
yang mirip dengan dewi setyowati.
Ketika sang prabu
melihat kecantikan gadis yang mirip dengan dewi setyowati tersebut didalam hati
sang prabu timbul rasa cinta terhadap gadis itu teapi sang prabu masih tetap
berusaha untuk setia pada dewi ratih, sang prabu masih berusaha untuk menepati
janjinya untuk tidak menikah lagi, selama bertahun-tahun sang prabu masih tetap
menjaga komitmennya. Tetapi ketika sang nenek mengetahui jika didalam hati sang
prabu timbul rasa cinta terhadap gadis yang mirip dwi setyowati tersebut sang
nenek mengunakan segala tipu muslihatnya yang pada ahirnya runtuhlah iman sang
prabu angling darma dan sang prabu menerima pinangan sang nenek ketika sang
prabu menerima pinangannya nenek dan gadis yang mirip dengan dwi setyowati
tersebut berubah ke wujud aslinya sebagai dewi umam dan dewi ratih.
Prabu angling darma di kecam sebagai raja yang tidak
menepati janjinya dan kemudian Beliau dihukum oleh Dewi Uma dan Dewi Ratih
karena melanggar janji sendiri untuk tidak menikah lagi sebagai wujud cintanya
kepada Dewi Setyowati yang mati bunuh diri. Dianggap melanggar janji saat Dewi
Uma dan Dewi Ratih menguji keteguhan janji itu dengan cara menyamar menjadi
nenek-nenek dan gadis cantik menyerupai Dewi Setyowati. Kemudian beliau dikutuk
kedua kalinya oleh seorang putri raksasa yang cantik dan pemakan manusia
sebagai burung Belibis.
Tataran sosiologis
Dari cerita raja angling darma tersebut kita bisa menilai gambaran
kehidupan masyarakatnya adalah masyarakat yang patuh terhadap kerajan itu bisa
dilihat dari wibawa sang prabu angling darma sebagai sosok raja yang bijaksana
dan dermawan sehingga rakyatnya pun mengagumi dan mengidolakan sang raja. Selain
itu kita juga bisa menilai kalau pada zaman itu adalah zaman yang masih
memegang teguh adat yang berlaku dan itu bisa dilihat dari peristiwa membakar
diri dewi setyowati, walaupun ada beberapa versi atas alasan dewi setyawati
membakar diri.
Kesimpulan
Dari penerapan teori levi strauss terhadap mitos raja angling darma ini
kita mendapatkan beberapa pesan yang ingin disampaikan dari cerita atau kisah
angling darma ini yang pertama adalah untuk menjaga komitmen, janji yang telah
di buat agar tidak terkena adzab atau kutukan. Yang kedua adalah jika menjadi
pejabat atau raja hendaknya berlaku adil dan bijaksana terhadap rakyatnya.
Daftar pustaka
Ahimsa-Putra, Heddy Shri. 2001. Strukturalisme
Levi Strauss: Mitos dan Karya Sastra. Yogyakarta: Galang Press.
Fokkema, D.W., 1998, Teori Sastra
Abad Kedua Puluh (Theories of Literature in the Twentieth Century). Jakarta
: Gramedia,
Koentjaraningrat, 1987. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta:
Universitas Indonesia Press.
Suwondo,
Tirto. 2003. Studi Sastra: Beberapa Alternatif. Yogyakarta: Hanindi.
Levi-Strauss,
Claude. 2005. Antropologi Struktural. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
0 komentar:
Posting Komentar