TEORI STRUKTURALISME
Minggu, 30 Oktober 2011
0
komentar
TEORI STRUKTURALISME
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sastra Umum
Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Setya Yuwana Sudikan, M.A dan Dr. Suyatno
Oleh:
Ahmad Khoiron Hamzah
Novita Rahayu
PROGRAM PASCASARJANA (S-2)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2011
TEORI STRUKTURALISME
I. Pendahuluan
Secara Etimologis struktur berasal dari kata Structure, bahasa latin yang berarti bentuk atau bangunan. Struktur berasal dari kata Structura (Latin) = bentuk, bangunan (kata benda). System (Latin) = cara (kata kerja). asal usul strukturalis dapat dilacak dengan Poetica Aristoteles, dalam kaitannya dengan tragedi, lebih khusus lagi dalam pembicaraannya mengenai plot. Plot memiliki ciri-ciri: kesatuan, keseluruhan, kebulatan, dan keterjalinan (Teeuw, 1988: 121-134). Strukturalisme berasal dari bahasa Inggris, structuralism; latin struere (membangun), structura berarti bentuk bangunan. Secara Etimologis struktur berasal dari kata Structura, bahasa latin yang berarti bentuk atau bangunan.
Struktur sendiri adalah bangunan teoretis (abstrak) yang terbentuk dari sejumlah komponen yang berhubungan satu sama lain. Struktur menjadi aspek utama dalam strukturalisme. Dengan kata lain, strukturalisme adalah teori yang menyatakan bahwa berbagai gejala budaya dan alamiah sebagai bangun teoritis (abstrak) yang terdiri atas unsur-unsur yang berhubungan satu sama lain relasi sintagmatis dan paradigmatis. Strukturalisme juga beranggapan bahwa seluruh organisasi manusia ditentukan secara luas oleh struktur sosial atau psikologi yang mempunyai logika independen yang menarik, berkaitan dengan maksud, keinginan, maupun tujuan manusia.
Menurut Yoseph (1997:38) menjelaskan bahwa teori strukturalisme sastra merupakan sebuh teori pendekatan terhadap teks-teks sastra yang menekankan keseluruhan relasi antara berbagai unsur teks.
Mengingat luasnya, materi teori strukturalisme ini, penulis membatasi makalah ini. Adapun hal yang akan dibahas dalam makah ini antara lain, (a) Sejarah teori strukturalisme; (b) Jenis teori strukturalisme; (c) Konsep teori strukturalime; (d) Contoh analisis puisi dengan teori strukturalisme.
II. Sejarah Pengembangan Teori
Teori strukturalisme memiliki latar belakang sejarah evolusi yang cukup panjang dan berkembang secara dinamis.Strukturalisme menentang teori mimetic (yang berpandangan bahwa karya sastra adalah tiruan kenyataan), teori ekspresif (yang menganggap sastra pertama-tama sebagai ungkapan perasaan dan watak pengarang), dan menentang teori-teoriyang dianggap satra sebagai media komunikasi antara pengarang dan pembacanya. Dalam perkembangannya, terdapat banyak konsep dan istilah yang berbeda, bahkan saling bertentanga. Misalnya strukturalisme perancis yang terutama diwakili oleh Roland Barthes dan Julia Kristeva, mengembangkan seni penafsiran structural berdasarkan kode-kode bahasa teks sastra. melalui kode bahasa itu, diungkap kode-kode reptorika, psikoanalitis, sosiokultural. Mereka menekankan bahwa sebuah karya sastra harus di pandang secara otonom. Puisi khususnya dan sastra umumnya harus diteliti secara objektif (yakni aspek intrisiknya). keindahan sastra terletak pada penggunaan bahasa yang khas yang mengandung efek-efek estetik. Aspek-aspek ekstrisik seperti idiologi, moral, sosiokultural, psikologi, dan agama tidaklah indah pada dirinya sendiri melainkan karena dituangkan dalam cara tertentu melalui sarana bahasa puitik.
Dengan adanya perbedaan pendapat dalam teori strukturalisme sendiri dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu strukturalisme formalis , strukturalisme genetik, strukturalisme dinamik yang pada dasarnya secara global strukturalisme menganut paham penulis paris yang dikembangkan oleh Ferdinand de Sausessure, yang memunculkan konsep bentuk dan makna ( sign and meaning).
a. Strukturalisme Formalis
Istilah Formalisme (dari kata Latin forma yang berarti bentuk, wujud) berarti cara pendekatan dalam ilmu dan kritik sastra yang mengesampingkan data biografis, psikologis, ideologis, sosiologis dan mengarahkan perhatian pada bentuk karya sastra itu sendiri. Para Formalis meletakkan perhatiannya pada ciri khas yang membedakan sastra dari ungkapan bahasa lainnya. Istilah Strukturalisme acap kali digunakan pula untuk menyebut model pendekatan ini karena mereka memandang karya sastra sebagai suatu keseluruhan struktur yang utuh dan otonom berdasarkan paradigma struktur kebahasaannya. Tokoh; Kaum Formalis Rusia tahun 1915-1930 dengan tokoh-tokohnya seperti Roman Jakobson, Rene Wellek, Sjklovsky, Eichenhaum, dan Tynjanov .Rene Wellek dan Roman Jakobson beremigrasi ke Amerika Serikat .
Sumbangan penting kaum formalis bagi ilmu sastra adalah secara prinsip mereka mengarahkan perhatian kita kepada unsur-unsur kesastraan dan fungsi puitik. Sampai sekarang masih banyak dipergunakan istilah teori sastra dan analisis sastra yang berasal dari kaum Formalis. Karya sastra merupakan sesuatu yang otonom atau berdiri sendiri .Karya sastra merupakan sebuah struktur yang terdiri dari unsur-unsur pembangun karya sastra.Makna sebuah karya sastra hanya dapat diungkapkan atas jalinan atau keterpaduan antar unsur .
b. Strukturalisme Dinamik
Secara Etimologis struktur berasal dari kata Structure, bahasa latin yang berarti bentuk atau bangunan. Struktur berasal dari kata Structura (Latin) = bentuk, bangunan (kata benda). System (Latin)= cara (kata kerja). asal usul strukturalis dapat dilacak dengan Poetica Aristoteles, dalam kaitannya dengan tragedi, lebih khusus lagi dalam pembicaraannya mengenai plot. Plot memiliki ciri-ciri: kesatuan, keseluruhan, kebulatan, dan keterjalinan (Teeuw, 1988: 121-134).
Selama 25 abad terjadi perubahan paradigma yang sangat mendasar, yaitu dengan memberikan prioritas terhadap karya sastra, yang diawali oleh:
a. Formalisme Rusia (1915 – 1930)
b. Strukturalisme Praha (1930-an)
c. Kritik baru di Amerika Serikat (1940-an)
d. Strukturalisme Baru di Rusia (1960-an)
e. Strukturalisme Inggris, gerakan otonomi di Jerman, Strukturalisme di Belanda, dan Strukturalisme di Indonesia melalui kelompok Rawamangun (1960-an).
Menurut Mukarovsky dalam (Rene Wellek, 1970: 275-276), sejarah Strukturalisme mulai diperkenalkan tahun 1934, tidak menggunakan nama metode atau teori sebab di satu pihak, teori berarti bidang ilmu pengetahuan tertentu, di pihak yang lain, metode berarti prosedur ilmiah yang relativ baik. Sebagai sudut pandang epistimologi, sebagian sistem tertentu dengan mekanisme antarhubungannya.
c. Strukrutalisme Genetik
Merupakan jembatan penghubung antara teori struktural formalis dan teori semiotik .Hampir sama dengan struktural genetik (mengaitkan dengan asal-usul teks) tetapi penekanannya berbeda, Struktural Dinamik menekankan pada struktur, tanda, dan realitas.
Tokoh-tokohnya : Julia Cristeva dan Roland Bartes (Strukturalisme Prancis)
III. Konsep-konsep
Menurut Yoseph( 1997; 37- 40) menjelaskan teori strukturalisme sastra menganggap karya sastra sebagai “artefak”(benda seni) maka realisi-realiasi structural sebuah karya sastra hanya dapat dipahami dalam relasi unsur-unsur artefak itu sendiri.Jika dicermati, sebuah teks sastra terdiri dari komponen-komponen seperti; ide, tema, amanat. latar, watak dan perwatakan, insiden, plot, dan gaya bahasa.
Komponen-komponen tersebut memiliki perbedaan aksentuasi pada berbagai teks sastra. strukturalisme sastra memberi keluasaan kepada peneliti sastra untuk menerapkan komponen-komponen mana yang akan mendapat prioritas signifikan. Keluasan ini tetap harus dibatasi, yakni sejauh komponen-komponen itu terserat dalam teks itu sendiri. Jadi teks satra berfungsi mengontrol objektifitas dan validitas hasil penelitian sastra. Prosedur ilmiah ini menetapkan teori strukturalisme sastra berkembang dengan baik, pesat, dan diterima dalam kalangan luas.
Menurut Abrams(dalam Pradopo: 140-141) bahwa ada empat pendekatan terhadap karya sastra, yaitu pendekatan (1) mimetik yang menganggap karya sastra sebagai tiruan alam (kehidupan) (2) pendekatan pragmatik yang menganggap karya sastra itu adalah alat untuk mencapai tujuan tertentu, (3) pendekatan ekspresif yang menganggap karya sastra sebagai ekspresi perasaan, pikiran, dan pengalaman penyair, (4) pendekatan obyektif yang menganggap karya sastra sebagai suatu otonom, terlepas dari alam sekitarnya, pembaca, dan pengarang.
Menurut Zulfahnur (1997: 146-147) Struktural mempunyai konsep sebagai berikut:
a). Memberi penilaian terhadap keharmonisan semua komponen yang membentuk keseluruhan struktur dengan menjalin hubungan antara komponen tersebut sehingga menjadi suatu keseluruhan yang bermakna dan bernilai estetik.
b). Memberikan penilaian terhadap hubungan harmonis antara isi dan bentuk, karena jalinan isi dan bentuk merupakan hal yang sama penting dalam menentukan mutu sebuah karya sastra.
Adapun unsur-unsur strukturalisme ada tiga pokok jenis karya sastra adalah; (a) dalam Prosa terdiri tema, peristiwa/kejadian, latar/setting, penokohan/perwatakan, alur/plot, sudut padang, dan gaya bahasa. (b) Dalam Puisi terdiri dari tema, stilitika/gaya bahasa, imajinasi/daya bayang, rime/irama, rima/persajakan, diksi/pilihaan kata, simbol, nada. (c) Sedangkan pada Drama (drama teks) terdiri; tema, dialog, peristiwa/kejadian, latar/setting, penokohan/perwatakan, alur/plot dan gaya bahasa.
Adapun tujuan teori strukturalime ini meliputi; (a) sebagai aktivitas yang bersifat inteltual, bertujuan menjelaskan eksplikasi tekstual; (b) sebagai metode ilmiah, teori ini memiliki cara kerja teknis dan rangkaian langkah-langkah yang tertib untuk mencapai simpulan yang valid; (c) sebagai pengetahuan, teori ini dapat dipelajari dan dipahami secara umum dan luas dan dapat di buktikan kebenaran cara kerja secara cermat.
IV. Penerapan atau Contoh Analisis
CINTAKU JAUH DI PULAU
Karya: Chairil Anwar
Cintaku jauh di pulau
Gadis manis, sekarang iseng sendiri.
Perahu melancar, bulan memancar,
Di leher kukalungkan ole-ole buat sipacar,
Angin membantu, laut terang, tapi terasa
Aku tidak akan sampai padanya.
Di air yang terang, di angin yang mendayu,
Di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertahta, sambil berkata:
‘Tujukan perahu ke pangkuanku saja’
Amboi ! Jangan sudah bertahun kutempuh!
Perahu yang bersama kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau,
Kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri.
ANALISIS:
Dari sajak diatas mengemukakan usaha si aku yang akan mencapai cita yang diidam-idamkan, yang dikisahkan sebagai gadis manis (pacarnya) yang berada di sebuah pulau yang jauh. Meskipun keadaan berjalan dengan baik, perjalanan lancar: bulan memancar, perahu melancar, dan angin membantu bertiup dari buritan, namun si aku merasa bahwa ia tak akan dapat mencapai gadis manis pacarnya yang dicita-citakan itu. Hal ini diseabkan oleh perasaan bahwa ajal akan lebih dahulu mencekamnya. Dengan demikian, meskipun segala usaha yang menghabiskan tenaga dan memakan waktu bertahun-tahun itu, akan sia-sia saja. Ini merupakan ketragisan hidup dan nasib manusia.
Dalam sajak ini ada koherensi atau pertautan yang erat antara unsure-unsurnya, satuan-satuan bermaknanya. Ada kesatuan imaji. Imaji percintaan: cintaku, gadis manis, si pacar, ole-ole. Sesuai dengan itu suasananya romantik: laut terang, perahu melancar, bulan memencar, dan kata kerja: berpelukan (dengan cintaku). Latarnya laut, maka objek-objeknya: perahu melancar, bulan memencar, angin membantu, laut terang, air yang terang, angin mendayu. Di tengah laut luas yang penuh bahaya, kehadiran maut (ajal) itu sangat terasa dan perjalanan laut yang jauh memerlukan waktu bertahun.
Sedangkan dalam pemilihan kata dan bunyi memiliki keterkaitan yang sangat kuat makna. Terdapat aliterasi yang runtut: melancar, memancar, si pacar, serta ulangan bunyi/dalam: melancar, bulan, leher, ole-ole, kukalungkan, semua itu member intensitas arti/makna romantis, menyenangkan, berjalan dengan tanpa halangan dalam bait kedua.
Begitu juga dalam bait ketiga dan keempat, suasana yang berkebalikan dengan bait kedua, yaitu suasana murung, sedih, dan putus asa, maknanya diperkuat oleh bunyi vokal a dan u yang dominan (yang sesuai untuk mengungkapkan kesedihan), lebih-lebih dalam kata-kata: mendayu, penghabisan, melaju, ajal bertahta, bertahun kutempuh, perahu merapuh, ajal memanggil dulu, sebelum sempat berpeluk dengan cintaku. Jadi, antara bunyi, pemilihan kata, frase, kalimat ada persamaan, semuanya memperbesar jaringan efek puitisnya.
Hal tersebut seperti yang dikatakan oleh Roman Jakobson(1978:356) bahwa fungsi puitik itu memproyeksikan prinsip ekuivalen dari poros pemilihan (parataksis) ke poros kombinasi (sintaksis). Antara bunyi, pemilihan kata, frase, kalimat, ide, dan temanya diekuivalensikan dan disusun dalam sebuah struktur yang kompak.
Dalam puisi tersebut terjadi ketragisan oleh pertentangan antara keadaan yang baik dengan kecemasan akan kegagalan, antara lajunya usaha dan panggilan maut, serta antara usaha yang menguras tenaga bertahun-tahun dengan peralatan yang menjadi habis (perahu merapuh) dan maut yang menjemput sebelum berhasil, semua itu dipaparkan dengan paradoks dan antitesis antara baris ke-1, 2 dengan baris ke-3, 4 dalam tiap-tiap bait. Pertentangan itu secara formal ditandai dengan sajak akhir yang berbeda, baris-baris yang bersajak akhir sama menyatukan isi pikiran yang sama yang dipertentangkan dengan kelompok lainnya. Bait ke-2, baris ke-1,2: memancar – si pacar dipertentangkan dengan baris ke-3, 4: terasa – padanya. Bait ke-3, baris ke-1, 2: mendayu – melaju dipertentangkan dengan baris ke-3,4: berkata – saja; Bait ke-4, baris ke-1, 2 kutempuh – merapuh dipertentangkan dengan baris ke-3, 4: dulu – cintaku. Dengan demikian, keteragisan itu kian mencekam dari bait ke bait yang mengklimaks pada bait keempat, sedangkan bait kelima merupakan anti klimaks yang membuat orang lebih berkontemplasi akan kegagalan yang tragis, yang membuat putus asa.
Hubungan antara bait yang satu dengan lainnya sangat kompak menjalin struktur yang bermakna. Bait pertama, memberi gambaran bahwa cita-cita itu begitu menariknya, dikiaskan dengan gambaran bahwa cita-cita itu begitu menariknya, dikiaskan dengan gambaran “gadis manis”, namun masih belum menjadi kenyataan, dikiaskan berada di sebuah pulau yang jauh. Bait kedua menggambarkan usaha si aku dengan naik perahu di laut yang terang dan bulan yang terang penuh romantik, namun si aku merasa tak akan dapat mencapai cita-cita yang menggairahkan itu. Ini diperjelas dengan bait ketiga yang menggambarkan bahwa segala jalan sudah lurus lancar, namun terasa maut memanggil. Ini diperkuat lagi dengan bait keempat yang menggambarkan kegagalan si aku yang erasa pasti tidak dapat mencapai gadisnya yang diidamkan-idamkan karena maut telah menjemput lebih dahulu. Bait kelima menggambarkan keputusan si aku yang cita-citanya tebengkelai dan sia-sia saja. Dengan keeratan hubungan antara bait-baitnya itu, ketrgisan hidup si aku (manusia) itu begitu jelas dan mengerikan.Tiap-tiap bait hanya bermakna dalam hubungannya dengan yang lain dan keseluruhannya.Tidak ada bait satu pun yang dapat dicopot atau dihilangkan atau di balikan. Semua menyatakan bahwa sejak tersebut koherensinya sangat erat.
Simpulan
1. Pada umumnya penekanan perhatian teori sastra pada studi teks dapat digolongkan ke dalam konsep strukturalisme, sekalipun konsep ini sangat beragam jangkauan, kedalaman, dan model analisisnya. Strukturalisme, bagaimanapun, merupakan bidang teori sastra yang sudah menjadi urutan utama kebudayaan intelektual ilmu sastra.
2. Bahwa teori strukturalisme sastra merupakan sebuh teori pendekatan terhadap teks-teks sastra yang menekankan keseluruhan relasi antara berbagai unsure teks.
3. Perbedaan pendapat dalam teori strukturalisme sendiri dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu strukturalisme formalis , strukturalisme genetik, strukturalisme dinamik yang pada dasarnya secara global strukturalisme menganut paham penulis paris yang dikembangkan oleh Ferdinand de Sausessure, yang memunculkan konsep bentuk dan makna ( sign and meaning).
4. Karya sastra yang dibangun atas dasar bahasa, memiliki ciri bentuk (form) dan isi (cntent) atau makna (significante) yang otonom. Artinya pemahaman karya sastra dapat diteliti dari teks sastra itu sendiri. Hanya saja, pemahaman harus mampu mengaitkan kebertautan antar unsur pembangun karya sastra. Kebertautan unsur itu akan membentuk sebuah makna utuh. Berarti prinsip menyeluruh sangat dipegang oleh kaum strukturalisme.
V. Daftar Pustaka
Abrams,M.H. 1979. The Mirror and the lamp : Romantic Theory and the Critical
Tradition. New York : Oxford University Press.
Hartoko,Dick dan B.Rahmanto.1984. Pemandu di Dunia Sastra. Yogyakarya:
Kanisius.
Pradopo, Rachmat Djoko. 1993. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik,
dan Penerapannya. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Ratna,Nyoman. 2009. Teori,Metode dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:
Pustaka pelajar
Salden, Rahman.1991. Panduan Pembaca Teori Sastra Masa Kini. Yogyakarta:
Gajah Mada
Teeuw,A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra: pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka
Jaya- Giri Mukti Pustaka
Tuam,Yoseph Yapi. 1997. Pengantar Teori Sastra. Bogor: Nusa Indah
Wellek, Rene dan Warren, Austin. 1989. Teori Kesusastraan. Edisi Ketiga.
Jakarta: PT. Gramedia.